Sabtu, 03 April 2021

Berebut Vaksin Mempertanyakan Nurani




Suntikan dosis vaksin Covid19 Sinovac pertama kepada Presiden Jokowi pada 13 Januari lalu menandai dimulainya program vaksinasi Covid19 di Indonesia. Pilihan pertama pada Sinovac disebabkan penggunaan teknologi vaksin yang relatif lebih kuno tapi cenderung aman dan dapat diproduksi oleh Biofarma. Walaupun begitu, pemerintah dengan segala upaya berjuang untuk mengamankan lebih banyak dosis vaksin dari produsen lain. Semua negara di dunia sedang memperebutkan vaksin, negara-negara kaya dengan mudahnya mengamankan dan menimbun vaksin sehingga tidak aneh kalau rate vaksinasi mereka sangat cepat, apalagi penduduknya tidak sebanyak Indonesia. 

Pada Tahap Pertama, Vaksin diberikan kepada para tenaga kesehatan yang memiliki resiko paparan cukup besar. Sedangkan pada Tahap Kedua yang dimulai dari Februari dan ditargetkan selesai Mei 2021 ini mencakup

▪️Golongan Rentan - Lansia
▪️Pedagang pasar
▪️Pendidik, termasuk guru dan dosen
▪️Tokoh agama dan penyuluh agama
▪️Wakil rakyat, pejabat pemerintah, ASN
▪️Petugas keamanan termasuk TNI dan Polri
▪️Petugas pariwisata, hotel, dan restoran
▪️Pelayanan publik, termasuk petugas Damkar, BPBD, BUMN, BPJS, dan Kepala Perangkat Desa
▪️Atlet
▪️Wartawan dan pekerja media
▪️Pekerja dan transportasi publik* 

Sedangkan untuk Tahap 3, sasaran vaksinasinya adalah masyarakat rentan dari aspek geospasial, sosial, dan ekonomi. Yang terakhir Tahap 4, mencakup masyarakat dan pelaku perekonomian lainnya dengan pendekatan kluster sesuai dengan ketersediaan vaksin.** 

BUMN tentu saja beli vaksin gotong royong ya. Apa itu vaksin gotong royong, vaksin yang boleh dibeli perusahaan untuk karyawan dan keluarganya. Baru saja beberapa hari yang lalu, suami saya mengatakan perusahaan tempat dia bekerja tidak akan membeli vaksin gotong royong. Padahal perusahaan tempat dia bekerja cukup besar. 

Sebenarnya jiwa nyinyir saya ingin bilang "ahhh itu mah perusahaan kamu aja yang pelit". Tapi saya ga bisa komplain begitu, nyatanya dari awal pandemi Maret 2020 yang lalu, suami saya full WFH. Tidak pernah masuk kantor, hanya 2x ketika harus menginspeksi keamanan hotel yang digunakan kru lapangannya menginap. Beberapa perusahaan yang saya tahu membeli vaksin (termasuk ex kantor saya yang cukup uhukkk koret) memang menerapkan WFO terus sampai banyak terjadi cluster kantor dan keluarga. 

Balik lagi ke vaksin pemerintah yang menyasar lansia dengan pengertian lanjut usia di atas 60 tahun, cukup membuat panik beberapa teman yang sangat menginginkan orangtuanya di vaksin. Saat ini saya berusia 30 tahun, rata-rata ibu dari teman-teman seusia saya belum menginjak 60 tahun. Semua sibuk daftar vaksin sana sini, ada yang berhasil belum 60 tahun sudah dapat karena pasangannya sudah 60 tahun. Ada yang berhasil belum 60 tahun dengan cara go show ke GBK. Dan lain sebagainya. 

Jujur saya sendiri karena Ayah saya sudah tiada (kalau masih beliau 63 tahun ini) dan Ibu saya masih 55 tahun, ya woles aja. Sabar aja tunggu giliran. Yang penting 2 adik saya yang tenaga kesehatan sudah divaksin. Rumah saya dan rumah Ibu berdekatan hanya terpisah 3 rumah, jadi interaksi kami setiap hari dan intens. Keamanan dua rumah ini layaknya satu rumah jika terjadi apa-apa. 

Kalau orang-orang di sekitar kita sudah divaksin tapi kita belum bukannya malah secara tidak langsung kita ikut terlindungi? Sudah divaksin pun tetap harus menjaga protokol kesehatan bukan. Kenapa malah jadi panik sendiri ingin cepat-cepat dapat vaksin mengakali segala cara? 

Masa iya demi dapat vaksin lebih cepat dan masuk ke tahap 3, kita nanti mengaku-ngaku orang rentan ekonomi dan geospasial. Hati-hati diamini malaikat, dikabulkan Yang Di Atas.  

Ingat bagaimana 2020 berlalu begitu saja dengan cepat? Dan bahkan 2021 sudah menginjak April dan kita akan segera bertemu Ramadhan dalam waktu kurang dari 2 minggu lagi. Jadi ya sabar, akan ada waktunya dan jangan lupa berbaik sangka dengan pemerintah, pasti mereka ingin rakyatnya cepat divaksin kok demi percepatan ekonomi. 

Bagi yang beruntung sudah mendapat vaksin duluan bukan berarti bisa longgar protokol, anda "berhutang" kepada yang blm vaksin agar mereka juga ikut terlindungi. Apalagi yang belum, harus tetap taat dengan protokol karena resiko kita terkena covid dengan gejala lebih besar dibanding yang sudah vaksin.

Selama masih memungkinkan menjalani dan bertahan hidup dari rumah saja, consider yourself lucky karena tidak semua orang bisa seperti itu. Jadi tidak perlu iri jika belum mendapat vaksin terutama jika kita termasuk golongan yang beruntung tersebut. 

Jika anda termasuk yang harus berkegiatan di luar rumah setiap harinya, WFO setiap hari, namun belum jelas hilal vaksinnya. Mari berdoa bos anda mendapat hidayah agar membelikan vaksin untuk karyawannya 😜

Tulisan ini adalah sebuah self reminder. 



*  sumber: health.detik.com https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-5375196/dimulai-17-februari-ini-urutan-prioritas-vaksinasi-covid-19-tahap-2 

** sumber: kompas.com https://www.kompas.com/tren/read/2021/01/09/200200965/4-tahapan-vaksinasi-covid-19-dan-jadwal-pelaksanaannya?page=3

2 komentar:

  1. Semoga semua sehat ya sekeluarga. Walaupun dpt vaksin ya tetap jaga jarak dan patuhi 3M...

    BalasHapus
  2. saya tenaga pendidik diwajibkan vaksin. Tapi saya ragu2 mau vaksin. Toh, vaksin tidak menjamin individu kebal corona kan?
    ini hanya pendapat saya. berpendapat boleh kan? hhehe.

    BalasHapus