Senin, 30 Januari 2017

Let's Get Real: Popok Sekali Pakai (Pospak) vs Cloth Diaper (Clodi)/ Popok Kain/ Popok Konvensional Lainnya

Nama lain dari pos ini adalah: Justifikasi Pemakaian Pospak

Just for the heads up aja ya, kalau arah tulisan ini adalah #timpospak. Hehehehe...


Yakkk, ampunnn para environmentalist... Padahal saya juga lulusan Teknik Lingkungan. When it comes to this... I choose disposable diaper over cloth diaper/conventional diaper..

Dari awal sebelum melahirkan saya sudah memantapkan diri untuk memakai pospak full dari awal. Baca-baca beberapa blog, banyak yang awalnya idealis mau pakai pospak tapi akhirnya gugur. Ternyata kulit bayi saat baru lahir lebih sensitif, dan benar kata orang merk mahal tidak menjamin anaknya cocok. 

Ammar kena diaper rash saat umur 2 minggu yang akhirnya memaksa saya "mengistirahatkan" kulitnya dari pospak. Ketika siang, Ammar pakai popok kain, bawahnya saya alasin dengan perlak dan kantong plastik... Hehehehe.. saya punya clodi 2 buah, jadi digilir aja. Clodi yang saya gunakan yang tipe pocket, dimana harus memasukkan insert terlebih dahulu. Pada masa awal-awal frekuensi bayi pup dan pipis memang sangat sering karena pencernaannya yang belum sempurna. Hal ini hanya bertahan 2-3 hari setelah diaper rash ammar membaik dibantu oleh pospak yang baru dan Pure diaper rash cream.

Kebetulan bulan pertama saya benar-benar merawat anak sendiri, 2 minggu pertama dibantu suami yang cuti. 2 minggu selanjutnya saya stay di apartemen berdua saja dengan baby Ammar saat suami pergi kerja.

  1. Investasi Awal Cloth Diaper akan cukup mahal. Waktu itu sih saya cuma beli yang 45 ribu 2 biji karena mau nyoba. Waktu itu teman ada yang beli clodi ada embel-embel eco nya 10 pcs atau lebih gitu dia kena lebih dari 1 juta kalau tidak salah. Kalau istiqomah terus pakai clodi sih sebenernya jatuhnya akan lebih murah salam jangka panjang. 
  2. Perawatan clodi, fiuhhh capek cyinnn... (kalau saya, lagi-lagi jangan dijadikan patokan, after all saya kan emak-emak pemalas). Waktu itu Ammar pup, langsung saya cuci clodi dan insertnya (langsung loh yaaa ngga ditumpuk dulu lama-lama) saya kucek, terus rendam pakai vanish 30 menit, trus dikucek lagi, trus dibilas, kalau masih ada bekasnya saya cuci tangan lagi pakai sabun biasa lalu bilas. Setelah itu masuk ke mesin cuci bersama pakaian-pakaian Ammar. Dengan begini clodi Ammar tetap bersih selalu dan syaratbersih dari najis: tidak ada bau, tidak ada warna, dan tidak ada rasa (ngga dirasain sih) terpenuhi. Pernah juga saya baru cuci malam harinya, fiuhhh susah banget ngilangin warna kuning dari poopnya. -____- Trus saya jadi mikir, kalau kaya gini dari mana ramah lingkungannya, kaena saya jadi pakai air dan sabun lebih banyak.
  3. Kalau mau aman dan terhindar dari diaper rash mungkin lebih baik pakai popok kain/clodi tapi itu pun bukan jaminan, tiap 2 jam sekali harus tetap diganti. Anak salah seorang teman saya, dia malah kena ruam saat pake popok kain, karena jadinya kan tidak kering.
  4. Percayalah, bulan pertama itu tidak gampang, kecuali memang kalau kamu punya banyak orang yang mengawal dan membantu. 
Jadi, menurut saya
  • Boleh aja kalau mau idealis full popok kain atau clodi, tapi mungkin sediakan juga pospak untuk jaga-jaga kalau cucian tidak kering atau tidak sempat menyuci. Tidak perlu banyak-banyak, karena anak belum tentu cocok dengan pospak tersebut, jadi mesti trial and error dengan merk lain. 
  • Kalau masih ragu-ragu, saya sarankan jangan kalap langsung beli banyak clodi, karena investasi di awalnya mahal kalau tidak digunakan lama, jadinya sayang dan mubazir.

The most important thing is how to keep the mother stay sane and the baby healthy! Hehehehe







Selasa, 17 Januari 2017

Our 2 weeks Euro Trip Itinerary

Penyakit lama banget deh, sebenarnya punya banyak banget bahan tulisan jalan-jalan. Tapi cuma mandeg di pikiran doang dan jarang dituangkan ke kata-kata.Jangankan jadi tulisan blog, upload foto-fotonya ke fb aja engga. Resolusi tahun 2017 lah mau bikin blog ini lebih produktif.

Ceritanya hampir 7 bulan lebih yang lalu saya bersama suami niat mau babymoon, eh dekat-dekat orang tua saya juga mau ikut, jadilah tripnya double date. Seru juga kan kalau bareng orang tua, karena tujuan utama saya itu Strasbourg, tempat kelahiran saya. Bukan yang lain. Berikut adalah jadwal itinerary saya.


Penentuan kotanya berawal dari tiket pesawat yang kita beli. Waktu itu kita dapat promo Qatar Airways tp via Kuala Lumpur. Bookingnya multicity, jadi Kuala Lumpur - Paris, pulang nya Amsterdam - Kuala Lumpur. Jadi tidak ada keharusan kembali ke kota awal.

Selanjutnya sudah di Perancis, tujuan utamanya Strasbour biar bisa nostalgia gitu. Selanjutnya kita pindah ke Chamonix untuk liat pegunungan alpen dari mont blanc (yang merk pena itu loh) prancis.Yang agak tricky setelahnya karena Abi ikut dan mau ke Camp Nou, kita jadi detour ke Barcelona padahal di itinerary awal ngga ada sedangkan Barcelona ada di bawah banget. 

Rute-rute selanjutnya dipilih berdasarkan pencarian pesawat paling murah via skyscanner. Hahahaha. Masukin tujuannya everywhere, jadi nanti kelihatan tujuan mana yang paling murah, tapi mengarah ke dekat titik akhir kami Amsterdam. Contohnya seperti di bawah ya.


Bikin rute perjalanan europe memang harus bolak balik liat peta. Cari tau gimana kota tersebut, biaya, dll nya. Salah satu website yang menurut saya sangat berguna adalah rome2rio.com. Helpful banget. Dia bisa memberitahukan opsi-opsi transportasi apa yang bisa kita ambil dan berapa estimasi biayanya. Tampilannya seperti ini nih

Hasil pencarian Rome2Rio

Saya dan Azi juga memasukkan faktor 3* Rate (harga hotel bintang 3 di kota tersebut) serta cuaca di saat kita berkunjung. Jadi bisa dibandingkan tingkat kemahalan suatu kota.

Faktor yang harus diperhatikan dalam menyusun itinerary:
  • Tujuan Destinasi Utama
  • Tujuan dari Traveling tersebut dilakukan
  • Keadaan dan Kekuatan Tubuh
  • serta kekuatan dompet, hehehehe

Happy Traveling!





Senin, 16 Januari 2017

My Birth Story : Ammar Ghiffari Nugraha

I remember like yesterday ❤

Saya mulai mengambil cuti pada tanggal 1 Agustus memasuki minggu ke-38 kehamilan. HPL berdasarkan HPHT adalah 13 Agustus 2016 (sama kaya ulang tahun ayah saya) sedangkan berdasarkan USG adalah 17 Agustus 2016.

Sampai usia kehamilan tersebut saya belum pernah senam hamil di RS ataupun latihan ngeden. Hari kamis, 4 Agustus adalah hari pertama saya senam hamil. Dan tentu saja, ngeden saya masih ngaco banget. Langsung booking lagi untuk jadwal senam hamil selanjutnya (kebetulan hanya ada setiap kamis dan sabtu)

Sabtu, 06 Agustus 2016

Hari sabtu, 6 Agustus pagi dimulai dengan saya yang ikutan Abi dan sofia lari pagi di UI. Saya sih tentu saja jalan kaki doang dari FKM UI, tau-tau udah sampe Perpustakaan, ngikutin arah yang banyak pokemonnya (waktu itu masih jaman main Pokemon Go). Jam 10, saya ambil senam hamil lagi. Tetep masih kurang bagus ngedennya :| 

Oh iya, saya biasanya kemana-mana naik mobil, tapi entah kenapa hari sabtu itu mau jalan aja ke depan komplek dan lanjut naik angkot, males cari parkir weekend di RS. Selepas senam hamil, saya menyempatkan diri beli es krim di Alfamart lalu pulang naik angkot lagi. Sesampainya di rumah ternyata si Ilina (adek pertama) dan Rino (suaminya) beserta sofia dan aliya (adek kandung juga, banyak yah) mau pergi ke rumah nenek di Rawamangun untuk silaturahmi. Kebetulan Ilina akan pergi melanjutkan S2 ke Norway keesokan hari 7 Agustus 2016, naik pesawat jam 7 malam. Karena males bosen di rumah, saya ikutan aja deh dan baru pulang sekitar jam 10 malam.

Minggu, 07 Agustus 2016

Capek rasanya badan, perut juga keras sama ada rasa seperti nyeri haid. Tapi saya pikir hanya kontraksi biasa. Malam itu saya langsung tidur, tidak ikut bantu ritual J alias Jemur Pakaian yang biasa adik-adik saya lakukan malam hari. Sekitar jam 1 malam saya terbangun karena kebelet pipis. Badan terasa masih pegal dan remuk seperti biasa. Trimester ketiga memang merupakan saat terberat karena memang badan rasanya jadi super berat.

02.30

Cuss.. Bless.. aduh gimana ya suaranya.. pokoknya kaya kantong air terus pecah gt. Saya langsung terbangun. Celana saya banjir.. Tapi perasaan tadi udah pipis deh, sambil cium-cium basahan. Baunya ngga pesing. Jangan-jangan ini ketuban aaaaaaaaa.. Saya langsung masuk ke kamar orang tua saya dan bilang "Mi, mi, kayanya ketuban kakak pecah deh"
"Apaa.. duh tenang tenang" jawab si Umi yang dari tidur langsung sadar.
"Yaudah sekarang siap-siap untuk ke RS ya" saran Abi

03.30

Di perjalanan menuju Hermina yang ngga sampai 2 km itu, Abi sama Ummi masih sempat-sempatnya berdebat soal mau lahiran dimana. Abi punya trust issue sama RS, takut anaknya nanti dibelek, jadi mau dibawa ke rumah Uwo (kakaknya Ummi) yang bidan saja. Tapi Ummi bilang takut tidak keburu, karena sudah pecah ketuban, dan Uwo belum siap-siap. Akhirnya saya tetap dibawa ke RS Hermina Depok.

Sesampainya di Hermina, saya langsung dibawa ke ruang bersalin dan dilakukan pemeriksaan dalam. Sudah bukaan tiga ternyata.

04.30

Uwo, Te' Ina, Te' Efa datang dari Rawamangun. Uwo mendampingi selama menunggu persalinan. Semakin lama, kontraksi datang semakin cepat. Rasanya super mules ngga enak gitu loh. Kalau lagi ga kontraksi, saya cuma bisa berdzikir sambil mikir "waduh durhaka amat gw sama emak..". Kalau lagi kontraksi, cuma bisa tarik napas panjang, buang, gitu aja terus. Salah satu tips dari Uwo, dan sepertinya cukup membantu mempercepat persalinan adalah tidur miring. Jadi saya menghadap ke kanan, uwo sambil pijit-pijit punggung.

06.00

Saat itu sedang ada konferensi dokter OBGYN se-Indonesia di Solo, jadi dokter saya, dr. Nel, sedang ikut acara tersebut. Dokter rujukan jika dr nel idak ada pun, juga ke acara yang sama. Padahal dari awal saya maunya dengan dokter perempuan, supaya ngga malu gitu. Eh apa daya, yang ada hanya dr. Maman, SpOG. Itu pun ada karena beliau baru akan pergi ke Solo pada siang hari, jadi masih sempat untuk menolong persalinan saya. 

Terus gimana rasanya: LET ME TELL YOU, pas udah persalinan mah engga peduli lagi dokternya cowo apa cewe, boro-boro risih, yang penting selamat.. Bahkan pas bidannya nanya "bapaknya sedang dimana?" saya jawab "engga peduli sus, saya ngga mau nungguin"

Jadi ya, persalinan ideal yang di pikiran saya itu sama dokter cewe plus ada suami mendampingi biar dia liat dan tambah cinta ituuuuu NGGA TERJADI di saya. Hehehe

07.10

Setelah gagal ngeden beberapa kali (yang bikin Abi semaput dan keluar ruangan, ngga sanggup kalau-kalau anaknya akhirnya dibelek) dan akhirnya dibantu push juga dari bidan. Lahirlah putra pertama kami bernama Ammar Ghiffari Nugraha melalui persalinan normal, berat 2.45 kg dengan panjang 46 cm.

Karena Azi masih di perjalanan, akhirnya yang mengadzani Ammar untuk pertama kali adalah Abi. Sepertinya ini cikal bakal alasan mengapa dari awal Ammar paling responsif sama suara Abi (pada bulan awal, bayi belum begitu responsif terhadap suara). Kalau kata te' efa, sewaktu abi mengadzani, kepala Ammar mengikuti sumber suara adzan, seperti mencari gitu.

Proses inisiasi menyusui dini (IMD) berlangsung 10-15 menit saja, tidak sampai berhasil menyusui tapi sungguh sangat efektif membuat saya lupa kalau dibawah sana dokter sedang sibuk menjahit. Karena Ammar termasuk BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah, 2.5 kg ke bawah), jadi Ammar harus diobservasi selama 6 jam, padahal cuma ngutang 0.05 kg doang. 


Ammar di observasi

13.00

Hari ini hari yang cukup abstrak untuk keluarga kami. Bahagia dan Sedih. Bahagia karena Ammar lahir dengan selamat ke dunia ini. Sedih karena Auntie Ilina akan pergi ke Norway untuk melanjutkan S2. Karena Ammar sedang diobservasi, Auntie Ilina ngga bisa gendong Ammar dulu. Hikss

Foto terakhir sebelum Ilina pergi

14.00

Akhirnya Ammar dibawa kembali ke kamar. Huuuu sini sayangku, mau peluk... Kecil banget sih kamu. Kecil aja susah ngeluarinnya ya. Sekarang kalau dengar bayi >3 kg udah klenger sendiri dengernya. Hehehehe

Azi pertama kali gendong bayi, dan bayi itu anaknya sendiri :')

Ammar Ghiffari Nugraha, Umur 1 hari

Pada saat itu, kami orang tua baru, masih belum sadar bahwa ini adalah permulaan, bukan akhir. Ke depannya tantangan yang ada jauh lebih sulit dari hamil dan melahirkan. 

Welcome to Parenthood!


Review: Malish Ilaria Double Breastpump

Finally, I bought my own breast pump!

Sebelumnya saya cuma dipinjami oleh teman saya yang baik hatinya, Mrs. Diah Novitasari, Medela Swing. Saya benar-benar awam dan tidak pernah mencari-cari review breastpump sebelum melahirkan. Dengan baik hatinya Diah meminjamkan Medela Swing yang ternyata harganya lumayan mahal yaa... Hehehehe, thanks Di!

Saya juga dapat breastpump avent natural dari teman-teman kuliah, karena masuk ke wishlist saya. Hasil rekomendasi dari kakak sepupu. Tapi dasar yah, saya pemalas, jadinya dipakai kalau lagi perlu cepat, ga mau ribet sama kabel-kabelan.

Detail review kedua breastpump di atas di post terpisah aja ya (kalau saya rajin), hehehehe..

Berawal dari promo di jd.id, si Malish Ilaria yang biasanya dibanderol 2.2 juta jadi cuma 1.6 juta terus bisa dicicil. Ihiyy, langsung lah demi urusan per-ASI-an, Azi mah selalu mendukung. Sebenarnya sih yang lagi ngeHip banget Spectra 9+, tapi baca di beberapa review sana sini (di blog dan IG @shafarentalpump) akhirnya saya pilih Malish Ilaria. Tujuannya memang cari yang double pump biar cepat pas pumping di kantor. Dan mumpung lagi diskon, pilihnya malish yang paling bagus, hehehe...

Malish ini adalah merek dari Rusia yang lumayan terkenal di negara tetangga kita, Malaysia. Sedangkan di Indonesia, rasanya baru tahun 2016 yang lalu mulai terdengar. Harga pompa malish sendiri relatif lebih murah di Malaysia, tapi sekarang Malish sudah ada secara resmi di Indonesia. Mereka juga sudah ada service centernya sendiri, jadi lebih baik membeli produk malish yang bergaransi Malish Indonesia.

Berikut penampakan Malish Ilaria.
Isi Produk Lengkap Paket Malish Ilaria, credit: pumponthego
Berikut keterangan produk dari website malish indonesia ya:

THE ULTRA SILENT PUMP
New double electric pump suitable for home and office use.
A real duo with 2 discrete pumps, serving each expression kit, just like 2 sets of single pump
Left, right or duet operation with individual control. Different suction strength can be set on left and right!
  • Unique soft breast shield design, reacting to the pumping rhythm which mimic baby’s suckling for maximum comfort and stimulation
  • 2 Phase Expression – Stimulation Phase & Expression Phase
  • 9 steps suction control
  • Built-in timer
  • Heavy Duty Pump
  • 30 minute auto stop function
  • Last used setting memory
  • Built-in LCD
  • Compact and light weight for maximum portability
  • Silent operation
  • 1 year warranty
  • FREE USB cable
Isi paketnya sendiri (seinget saya ya, ngga lagi di depan kardusnya):
  • 2 set botol lengkap kaya di samping, ada dudukannya, selang, soft breast shield, membran, diafragma, penutup corong)
  • mesin nya yang warna pink
  • membran cadangan 2 buah
  • adapter (kaki tiga)
  • kabel usb (buat dicolokin ke power bank)
  • kartu garansi (harus dikirimkan ke malish indonesia beserta bukti pembelian)
  • Hmmm apalagi ya, nanti diupdate kalau ada yang kelewat


Apakah klaim di atas benar? Yes, saudara-saudara. Aduh saya jatuh cinta sama Malish Ilaria ini, Alhamdulillah ga salah beli. Why? Berikut kelebihan dari Malish Ilaria menurut saya:
  1. Bisa dipakai terpisah, jadi walaupun dia double breastpump, tp kalau kita mau pakai satu aja juga ga masalah. Jadi dia bisa dioperasikan terpisah. Bahkan level kekuatan pompa pun bisa diatur berbeda kiri dan kanan.
  2. Ngga sakit sama sekali, saya ga pernah ngerasa sakit pakai pompa ini. Pakai medela juga ngga sih. Tapi pakai medela pernah jadi bengkak karena kelamaan. Kalau pakai ilaria ngga pernah bengkak, karena satu sesi pun biasanya cuma perlu 15 menit doang udah dapat lumayan banyak.
    Display malish ilaria. Tombolnya ada pengatur L dan R; pengatur tipe stimulasi atau expressed; adjust kekuatan pompa; serta power
  3. Dia ada 9 atau 10 tingkat kekuatan hisap, tapi selama ini saya cukup menggunakan level 3, atau max level 4.
  4. Lumayan ngosongin dada, saya ga perlu sambil pijet-pijet pake VCO lagi kaya dulu pas pakai medela swing. Tinggal tempel, trus main HP. Sampai saat ini udah ngga pernah plugged duct lagi.
  5. Orang-orang banyak yang membandingkan Ilaria dengan BP hospital grade, walaupun tidak ada claim resmi, tapi kemampuan mengosongkannya mumpuni. Kalau dilihat dari segi ukuran dengan BP Hospital Grade lainnya, dia termasuk kecil.
  6. Perbedaan hasil pompa saya 20-30% dari saat menggunakan Medela Swing, dengan waktu jauh lebih singkat, dan ngga usah pakai dipijit-pijit manual segala.
Berikut kekurangannya:
  1. Bisa portable tp dia ngga punya built in battery yang bisa dicharge kaya fitur yang dimiliki breastpump seperti Spectra 9+. Jadi kita tetap harus sambungin ke power bank. Selama ini saya masih tidak masalah, karena di kantor selantai cuma saya yang pumping, colokan di mushola bisa dimonopoli. 
  2. Dia ga berisik banget kaya philips avent electric, tapi ga sesenyap itu juga suaranya. Masih normal tapi tidak mengganggu. 
  3. Lumayan banyak yang dilepas untuk dicuci (kalau dibandingin dengan medela swing, ya iyalahhhh). Dia kan ada breast shieldnya supaya ngga sakit, sama penutup corong biar tetap higienis.
Begini deh kira-kira penampakan kalau lagi mau pumping di mushola. Dudukan biasanya tidak saya bawa karena makan tempat di tas, hehehehe
Overall, I love It!


UPDATE 26/07/2018: Udah satu setengah tahun pakai malish Ilaria, sekarang saya sudah tidak bekerja, tapi si adek hanya suka menyusu di satu sisi sehingga saya tetap harus rajin mompa. Alhamdulillah sampai saat ini breastpumpnya belum pernah rusak, membrannya juga aman. :)


Membuat Paspor Untuk Bayi

Minggu lalu, kami bertiga (Saya, Ammar, dan Azi) pergi ke Imigrasi, mau bikin paspor baru buat Ammar dan perpanjang paspor untuk Azi. Kami berniat untuk membuat e-paspor biar free visa gitu kemana-mana. Epaspor hanya bisa dibuat di kantor imigrasi kelas I, yaitu di Jakarta dan Surabaya. Sedangkan di kota tempat tinggal kami (Depok) belum bisa karena masih kelas II.

Pergilah kami dari jam 6 kurang menuju kator imigrasi kelas I Jakarta Pusat. Yah memang sih kurang pagi, mengingat hari kerja arus menuju jakarta dari pinggiran kota itu padat. Alhasil kita baru sampai jam 7.40. Sesampainya di Jalan Merpati, jeng jeng, antrian sudah habis. Padahal biasanya kan kalau datang sampai jam 10, masih dapat nomor antrian. Ternyata hari itu sistem offline sehingga nomor antrian dibatasi.

"Yah, pak, bukannya biasanya jam 10 masih dapat nomor antrian?"
"Sistem offline bu, nih liat bu, ada beritanya *menunjuk ke artikel berita yang di print*"
"Kita udah jauh-jauh nih pak dari Depok"
"Loh kan di Depok juga ada bu"
"Iya tapi kita maunya Epaspor"
"Oh untung ibu bilang, epaspor juga sedang tidak bisa bu, jadi ini pun yang dapat antrian hanya untuk bikin paspor biasa"

Wahhhh... akhirnya kami pun keluar dari kantor imigrasi jakarta pusat.

Ammar si ganteng dan Ayah
Memutuskan untuk mengisi perut dengan bubur ayam di dekat situ. Pas lagi sarapan, tukang parkirnya ada yang nawarin pembuatan epaspor via calo 1,5 juta padahal harga asli epaspor cuma 600ribuan. Huekk, keselek biji salak, mahal amat... Ngambil jatah pospak si Ammar itu. Setelah sarapan, kami melanjutkan perjalanan ke Imigrasi Kota Depok (yang aslinya deket banget sama rumah saya).Tujuannya sih survey dulu, jadi nanti bisa jaga-jaga dan persiapan buat besok mau apply lagi.

Informasi di Depan Pos Satpam Kantor Imigrasi Kelas II Kota Depok
Kami sampai di kantor Imigrasi depok jam 9.45. Eh ternyata antrian masih dibuka. Yasudah akhirnya kami ambil antrian aja. Oh iya sebagai warga depok yang suka mengutuk kotanya karena macet. Saya mau apresiasi Kantor Imigrasi nya yang rapih dan lebih sistematis walaupun cuma kelas II. Jadi alurnya seperti ini:
  • Masuk, ambil antrian cek berkas (depannya F-XXX), difoto kitanya di pos satpam, jadi nanti pas nomor antiran dipanggil, di layar yang muncul nomor antrian dan foto siapa yang antri --- di jakpus kemaren sih ga kaya gitu
  • Di pos satpam ini pula, kita dikasih form isian, kalau bayi kan ada form surat keterangan dari orang tua, form ini diberikan gratis tis tis (kalau di jaksel kan katanya harus fotokopi atau bawa sendiri). Oh yaa, jangan lupa bawa Materai dan Pulpen yaa..
  • Bayi dan pengantarnya bisa masuk ke antiran prioritas. Tapi pas awal tetap antri normal di antrian cek berkas. Sesudah dari cek berkas, baru deh antrian dibagi dari yang biasa (kalo ga salah depannya A-XXX, yang prioritas depannya C-XXX)
  • Masuk ke ruang foto dan wawancara, petugas input data, kita verifikasi, bayi difoto. Tunggu print kertas pembayaran. Bayar di bank BNI. 
  • Selesai dehh...

Ihhhh.. saya apresiasi banget deh Kanim Depok. Petugasnya juga ramah banget. Pas antrian berkas, saya dapat nomor F-280, ngantrinya sih kira-kira 1.5 jam. Pas dateng itu yang dipanggil masih nomor F-100an kalau ga salah. Tapi cepat kok. Pas sudah cek berkas, De' Ammar dapat nomor C-037, sedangkan sudah dilayani sampai C-036, jadinya sama aja kaya ga ngantri kan.

Dengan datang jam 09.45 dan selesai jam 12 sebelum makan siang. Saya rasa sih ini cepat banget. Thumbs Up.

Oh iya, berikut adalah dokumen persyaratan untuk mengurus paspor.

Saya sih sekarang sudah merelakan tidak membuat epaspor untuk ammar dan azi, karena toh sampai saat ini manfaatnya masih belum begitu banyak selain free visa ke Jepang dan Korea. Dan saya perlu cepat untuk perjalanan kami berikutnya.

Oh iya, untuk harga paspor biasa 48 halaman harganya 300 ribuan, sedangkan yang 24 halaman harganya 200 ribu kurang. Agak lupa harga pastinya. Tidak ada kegiatan transaksi di Kantor Imigrasi, semuanya dilakukan di BNI ya.

Happy Traveling, Mommies!


Jumat, 13 Januari 2017

Johnson's Baby Top-To-Toe Wash vs Zwitsal Natural Baby Bath 2 in 1

Sebagai ibu-ibu pemalas, saya paling suka menggunakan produk mandi bayi yang sudah jadi satu antara shampoo dan sabunnya. Alasannya biar simpel dan tidak makan tempat. Apalagi saat traveling, barang bawaan bayi bisa ngalahin barang bawaan ayah bundanya, padahal mahluknya mah cuma seiprit.. hehhehee...

Kali ini saya mau membandingkan antara Johnson's Baby Top-To-Toe Wash (TTT Wash) dengan Zwitsal Natural Baby Bath 2 in 1


Bau
Kayanya hampir semua produk bayi wanginya enak-enak deh, nagih banget kan bau bayi itu. Tapi saya lebih suka dengan zwitsal yang natural. Kenapa? Karena yang wanginya natural ini, ada juga hair lotion dan colognenya dengan wangi yang sama. Jadi bau anak saya bisa selaras gituuu
- Zwitsal: ★★★★★
- Johnson's: ★★★★

Formula
Sampai saat ini masih belum pernah kena ke mata anak, jadi ga bisa bandingin. Tapi yang johnson's TTT wash ini ada claim 'no more tears' formula, sedangkan yang Zwitsal tidak. Saat ini anak saya masih 5 bulan jadi kalau mandi masih belum bisa benar-benar dilepas, masih digendong atau menggunakan bather. Nah kalau lagi traveling kita ga bawa bather, alhasil itu ayah bunda sama ammar mandi bareng... lohh.. hahahhaa.. jadi si ammar digendong, nahhh si johnson's ini licin banget, slippery gitu loh, jadi harus hati2 banget pas mandiin sambil digendong, sedangkan zwitsal engga selicin itu.
In that case, karena saya masih lebih mementingkan kelicinan...
- Zwitsal: ★★★★★
- Johnson's: ★★★

Availability and Price
Harga bersaing, tidak jauh beda, agak lupa berapa. Untuk harga 500 ml zwitsal sekitar IDR 25,000 sedangkan johnson's IDR 22,000. Sedangkan untuk ketersediaannya lebih mudah menemukan yang Johnson's TTT dibanding zwitsal. Hampir setiap minimarket ada.
- Zwitsal: ★★★★
- Johnson's: ★★★★★

Overall:
Udah jelas sih ya, kalau saya suka banget sama zwitsal natural baby bath 2 in 1

Note: zwitsal juga punya wangi lain selain yang natural, ada yang classic, bau zwitsal banget deh.. Tapi ku tetap paling suka yang natural ♡