Minggu, 24 Februari 2019

Review: Hachi Grill, Lebih Enak dari Shabu Hachi?

hachi grill

Beberapa bulan ini, di Instastory saya berseliweran tempat makan baru namanya Hachi Grill. Dari nama dan font yang digunakan, nampaknya Hachi Grill masih bersaudara dengan Shabu Hachi, salah satu restoran favorit saya.


Benar saja, Hachi Grill masih satu grup dengan Shabu Hachi yang mengusung jaminan Halal MUI untuk semua makanan di Restorannya. CMIIW Shabu Hachi masih satu-satunya restoran shabu-shabu besar yang halal MUI.

Saya sendiri sebenarnya tidak terlalu hobi dengan shabu-shabu, saya lebih suka grill/yakiniku nya, jadi tentu saja Hachi Grill cukup menggelitik rasa penasaran saya. Sebelum pulang ke Cirebon, kami sekeluarga menyempatkan untuk mencoba restoran ini terlebih dahulu.

hachi grill jakarta


Hachi Grill memiliki beberapa cabang di Jakarta dan BSD. Yang saya kunjungi adalah yang terletak di kawasan Gatot Subroto, tepatnya di Sythesis Tower. Gedung ini dapat dikenali dengan mudah karena dia diselubungi oleh tanaman rambat di depannya.

Tempat Hachi Grill Gatot Subroto ini terbatas dan tidak seluas Shabu Hachi Bogor. Di bagian depan restauran ada tempat tunggu dengan banyak tempat duduk. Ruangan bermain anak dan menyusui tidak ada, sedangkan toilet dan mushola tidak tersedia secara khusus kecuali yang telah disediakan oleh Synthesis Tower sehingga ada di bagian luar restoran.

Berbeda dengan di Shabu Hachi dimana default harga yang tertera adalah untuk shabu-shabu (dan menambah jika ingin membuka panggangan untuk yakiniku), di Hachi Grill kita bisa menentukan mau shabu-shabu saja, yakiniku saja, atau keduanya. Harga weekday dan weekend berbeda, dan tentu saja lebih murah harga weekday. Harga yakiniku only mulai dari 178ribu, shabu-shabu only mulai dari 158ribu, sedangkan keduanya yang ingin keduanya mulai dari 198ribu.  Tersedia harga khusus untuk grup (10 orang ke atas), anak-anak (4 tahun ke atas) dan senior citizen.

harga hachi grill

Saya dan suami memilih paket yang "Yakiniku Only" lalu diupgrade pula ke prime. Tentu saja yang suami saya yang pilih untuk upgrade, dan diiringi dengan tatapan tajam istrinya.

Pada menu yakiniku only jika ingin diupgrade dari reguler ke prime, per orang menambah 100 ribu, sedangkan pada menu shabu-shabu hanya 50 ribu. Kenapa berbeda? Daging yang digunakan di shabu-shabu hanya 1 jenis, yaitu daging slice tipis, sedangkan pada yakiniku, berbeda-beda. Untuk yakiniku prime ada 5 pilihan bagian daging, sedangkan pada paket supreme ada 12 pilihan jenis daging.

Oh iya, untuk kuah shabu-shabu di hachi grill pilihannya hanya ada 4 yaitu Collagen Soup, Tori Dashi, Shoyu Dashi, dan Tom Yum. Kalau tidak salah di Shabu Hachi ada 6.

menu yakiniku hachi grill

Prime Package terdiri dari 5 jenis daging yaitu Hone Tsuki Karubi (iga), Baraniku (short blade/perut bawah), Umami Hireshita (sirloin), Hon Misuji (top blade/punggung) serta Gyu Tan Thin (lidah). Sedangkan pada Supreme Package terdapat 6 jenis tambahan lainnya seperti Karubi Wagyu, Saikoro Wagyu, Umami Rib Shin, Umami Hire, Gyu Tan Thick, dan US Scallop.

hachi grill
Om Nom Nom

Di Hachi Grill, kita juga bisa memilih jenis grill plate yang digunakan. Pilihannya antara Iron Plate Grill (di Shabu Hachi hanya ada yang ini) serta Super Net Grill (seperti yang ada di gambar atas.

prasmanan di hachi grill

Jika di shabu hachi, prasmanannya hanya ada untuk isian shabu-shabu, lain halnya dengan hachi grill. Disini ada 2 prasmanan besar. Yang pertama isinya segala jenis daging reguler untuk yakiniku. Semua bagian daging yang ada di paket prime juga ada disini. Sepertinya beda lokal atau impor saja. Kebetulan kemarin saya mencoba bagian sirloin reguler dan prime silih berganti. Heuuu.. Saya menyesal sudah upgrade ke prime! Karena saya jadi tahu bahwa daging yang prime tuh memang jauh lebih enak. Hiksss... Nanti kalau standar lidahnya naik, kan gawat di kantong 😣😋

prasmanan di hachi grill

Yang kedua tentu saja prasmanan untuk isian shabu-shabu, mulai dari sayur-sayuran, udang sampai dengan bakso. Untuk daging shabu-shabunya setiap refill harus request ke pramusaji. Sama seperti yakiniku, plate yang bawahnya hitam reguler, putih prime, merah supreme. *Ngeh, soalnya bule di sebrang meja saya platenya warna merah :p*

hachi grill synthesis
Berbagai jenis saus untuk Shabu-Shabu dan Yakiniku

menu hachi grill

Menu lain hampir sama dengan shabu hachi, mengingat kita lagi di Indonesia dimana masih banyak yang menganut "ga makan nasi berarti belum makan", disini tersedia mulai dari nasi putih sampai kabocha (labu parang) yang bisa dikonsumsi bayi MPASI. Hehehehe...

menu hachi grill jakarta

Tidak lupa aneka jenis minuman dingin dan hangat (ocha, infused water, thai tea sampai berbagai jenis minuman nestle) serta pudding, buah-buahan segar hingga rujak. 

hachi grill synthesis

Di bagian makanan pencuci mulut, ada es krim dengan 4-5 rasa berbeda (sayang waktu saya kesana tidak ada rasa cokelat, itu kan rasa wajib). Tapi di sampingnya malah ada mesin frozen yoghurt dengan banyak pilihan topping.. Heuuuu, saya langsung lemah. Auto cheating nih, resmi ga low carb lagi abis dari sini. 

hachi grill
My favorite counter: FROYO!

menu hachi grill
Frozen Yoghurt, cobain topping bubble enak banget, meletus-letus gitu

Walaupun lebih baru, dari segi makanan, hachi grill merupakan "upgrade" dari shabu hachi. Makanan yang tersedia lebih banyak macamnya. 

Saat kami kesana, restoran saat itu tidak terlalu penuh di hari kerja. Mungkin karena itu, pramusajinya bahkan bisa sempat memanggangkan daging-daging yang kita pilih jadi kita tinggal makan saja. Selain itu semuanya ramah-ramah walaupun ada 2 anak kecil spesial yang ikut dengan saya dan hobinya jatuhin makanan. 

Ya Allah, semoga mereka tidak masuk blacklist restoran-restoran di Indonesia

OVERALL, saya dan suami suka Hachi Grill! Memang sedap. Tapi ya ga bisa sering-sering makan di sini karena lumayan yaa harganya (bagi kami) dan selama 2 bocil di atas masih free hahahaha. Tapi untuk family experience, masih belum ada restoran yang mengalahkan Shabu Hachi Bogor.

Minggu, 17 Februari 2019

Review Buku: Buku Anak oleh Maurice Pledger

review buku maurice pledger

Semenjak punya anak, saya punya hobi baru yaitu beli buku anak-anak. Apalagi sekarang makin sering pameran buku impor (read: Big Bad Wolf dan semacamnya) di Indonesia, buku anak impor menjadi lebih murah dan terjangkau. Bukan berarti buku lokal tidak bagus ya.


Kali ini saya akan mengulas 3 judul buku anak yang ditulis oleh Maurice Pledger. Bagi ibu-ibu yang sering ikutan grup jastip (jasa titip) bbw pasti familiar dengan buku-buku seperti Sounds of the Wild (SOTW) dan Seashore yang sering jadi rebutan. SOTW dan Seashore ini cenderung seperti ensiklopedia, saya punya 1 buku sejenis ensiklopedia oleh Maurice Pledger juga judulnya Explore Bugs. 


bugs maurice pledger

Ketiga buku ini bentuknya boardbook dengan jumlah 16 halaman jadi cenderung aman dari robekan, kecuali di halaman terakhir ada halaman tambahan yang menggunakan art paper tebal serta bagian lift the flap. Di setiap cover terdapat touch and feel sedangkan pada bagian dalam terdapat lift the flap setiap 2-4 halaman.

1. Ping-Ping Panda's Bamboo Journey


ping ping panda's bamboo journey

Isi ceritanya adalah tentang Ping-Ping si bayi panda yang kelaparan dan mencari bambu untuk di makan. Ping-ping ditemani oleh teman-temannya yang ia temui di jalan dalam mencari pohon bambu. Dari buku ini saya belajar bahwa red panda itu tidak sama dengan racoon dan mengenal hummingbird dan kingfisher. Iyah, saya ikutan belajar sama anak saya. Dulu perbendaharaan burung, cuma tau elang, kakaktua, gagak, gereja, merpati, sekarang makin banyak.

ping ping panda's bamboo journey

 2. Daisy Duckling's Adventure


daisy duckling's adventure

Buku ini menceritakan tentang anak bebek yang baru saja menetas dan mencari saudara-saudaranya. Dia bertemu dengan binatang-binatang lain yang juga baru menetas dari telur. Dari buku ini saya baru tau kalo cygnet artinya anak angsa!

daisy duckling's adventure

 3. Billy Bunny and the Butterflies


billy bunny maurice pledger

Yang terakhir berisi tentang Billy si Kelinci yang penasaran seperti apa rupa kupu-kupu. Saya belajar berbagai macam hewan pengerat dan jenis bunga.


Sebenarnya ketiga buku ini pola ceritanya sama, mencari sesuatu dan bertemu dengan binatang yang lain. Hanya apa yang dicari dan binatangnya saja yang berbeda. Binatang yang ada di buku Ping-Ping Panda contohnya ada red panda, hummingbird, kingfisher, mole, dan lain-lain yang jujur kadang saya bingung bahasa Indonesianya apa yaaa... Jadi saya ikut belajar dan mencari tau agar bisa menerangkan binatang tersebut ke anak.

Selain ketiga buku ini, ada seri serupa oleh Maurice Pledger judulnya Bobby Bear and the Honeybees serta Dottie Dolphin Plays Hide and Seek. Saat post ini ditulis, bukunya baru saja saya pesan ke teman di Malaysia, hehehe. Saya sendiri memang suka mengkoleksi buku anak, jadi walaupun setipe tetap saya beli.

Setelah sering membaca buku anak, ada satu yang saya sadari pada buku anak luar negeri. Yaitu biasanya huruf depan nama tokoh binatang akan sama dengan binatang itu, contohnya: Ping Ping Panda, Daisy Duckling, Billy Bunny. Mungkin kalau saya bikin cerita binatang nanti namanya Bambang Badak, Jojon Jerapah, dan Gigin Gajah kali ya, hehehehe

Rekomendasi umur di belakang buku ini sendiri sebenarnya 3 tahun ke atas, tapi anak saya Caca (10 bulan) dan Ammar (2.5 tahun) sangat suka dibacakan buku ini. Jadi menurut saya sepertinya dari 1 tahun pun tidak apa asal dengan pendampingan.

Jadi tertarik untuk menambahkan karya Maurice Pledger ke wishlist BBW kamu? 


Minggu, 03 Februari 2019

Teracuni Nonton Drama Korea! Review Memories of the Alhambra

Saya adalah salah satu dari sedikit orang yang tidak terkena wabah korea sama sekali. Baik filmnya, lagunya, ataupun dramanya. Bukan anti, tapi memang tidak tertarik. 

Filmnya beberapa kali pernah nonton tapi karena memang ceritanya bagus dan banyak yang merekomendasikan. Musiknya? Mmm saya ga ngerti bahasanya, aneh kalau dengan musik tapi ga tau artinya. Kdramanya? Cuma pernah nonton Full house waktu SMA 15 tahun yang lalu (ya Allah, tuwir banget aku) itupun karena semua orang nonton.

Saya termasuk malas jika harus streaming ilegal dan lebih suka memakai Netflix. Beberapa bulan terakhir ini di Netflix makin banyak konten lokal dari berbagai macam negara selain Amerika. Contohnya The Night Come For Us nya Iko Uwais untuk konten dari Indonesia. Begitupun dengan konten dari Korea, buanyakkk banget yang masuk. Dan atas rekomendasi kuat teman, dia menyarankan Memories of the Alhambra yang kebetulan jadi Netflix Originals.

BACA JUGAWAJIB TONTON DI NETFLIX UNTUK (YANG BERJIWA) EMAK-EMAK

Baiklah, saya coba menonton episode pertamanya. Cukup perjuangan dan memang tidak habis dalam sekali duduk (namanya juga mamak lyfe, banyak gangguan). Saya terbiasa menonton sitcom dengan durasi 20-40 menit. Drama korea panjangnya 1 jam lebih. Alamakkk perjuangan buat saya, namun saat sampai di akhir episode pertama... this series got me hooked. 


review indonesia memories of the alhambra

Genre: Fantasi, Misteri, Romantis
Sutradara: Ahn Gil-Ho
Penulis: Song Jae-Jung
Jumlah Episode: 16 (60 menit/episode)
Periode Tayang: 1 Desember 2018 - 20 Januari 2019 (1 minggu 2 episode)

Plot: *NO SPOILER* Cerita ini bermula saat seorang remaja lelaki bernama Jung Se-Joo mencoba untuk menjual game yang dia buat kepada seorang Investor terkemuka. Sang investor yang bernama Yoo Jin Woo, yang diperankan oleh Hyun Bin, datang ke kota Granada yang terletak di bagian Selatan Spanyol. Alih-alih bertemu dengan Jung Se-Joo, Yoo Jin-Woo mencoba game tersebut dan bertemu dengan rival beratnya Cha Hyung-Seok yang juga tertarik untuk membeli game tersebut. Petualangan Yoo Jin-Woo di Granada tak lepas dari Jung He-Joo, pemilik Bonita Hostel tempat Jin-Woo menginap yang ternyata adalah kakak kandung Se-Joo. Konflik mulai bermunculan saat ternyata ada error/glitch dalam game tersebut, belum lagi Jung Se-Joo yang menghilang.

Pendapat dari mata orang awam:

Ide ceritanya menarik dan untuk saya yang skeptis sama drama korea, Memories of Alhambra menawarkan ide cerita yang cukup berbeda. Walaupun teteppp ya kok kayanya drama korea selalu melibatkan salah satu kaya bingit melintir yang satu orang susah

Di tengah-tengah episode biasanya banyak flashback, terkadang lebih dari sekali namun ditambah hal yang tidak diperlihatkan sebelumnya. Terkadang saya suka fast forward biar cepat, namun di akhir episode pasti ada aja yang bikin penasaran ingin nonton episode selanjutnya. Syukurnya saya baru mulai nonton MoA ketika mendekati tamat, jadinya tidak perlu menunggu lama sampai semua episode dirilis. 

Oh iya, saya termasuk yang agak sulit mengingat nama korea yang pendek-pendek, jadi perlu lebih dari 5 episode sampai akhirnya saya hapal siapa yang dimaksud dengan nama tersebut 😛

Unsur romansa di drama ini tentu saja ada, tapi tidak mendominasi dan super cheesy. Bagi aku yang suka nyinyir dan ga bisa liat yang romantis berlebihan, ini cukup pas. Bahkan dari 16 episode, ciumannya cuma 2x di episode 11 dan 14. Kok tau cum? Iyaaa, soalnya kebetulan banget pas nonton episode yang ini, nontonnya bareng anak saya yang sulung dan doi jadi cengar cengir ga mau nutup mata. Hadeuhh.. Untungnya bukan yang heboh kaya di serial TV barat, cuma kecup manis aja gitu...

Sejujurnya, kalau saya punya uang banyak, saya juga tertarik untuk membeli game AR (Augmented Reality) yang dibuat Se-Joo ini. Konsepnya menarik seperti Pokemon Go, jadi kita harus benar-benar bergerak untuk memainkannya dan sangat mungkin untuk dikomersialkan dengan menggandeng banyak penyedia jasa lain seperti restoran dan tempat-tempat lainnya. Bukannya tidak mungkin di masa depan bakal beneran ada game semacam ini.

Dan karena saya ga tau artis korea, saya ga tau kalo pemeran utamanya itu aktor papan atas korea. Malah pas awal-awal nonton mikirnya "ganteng apanya deh, perasaan gantengan artis indonesia". Ofkors setelah itu kena protes teman-teman pecinta drakor. Katanya Hyun Bin itu termasuk aktor korea yang ganteng bukan cantik kaya yang lain. Hmmm, bener juga sih, masih "laki". 

Karena mau nulis review ini, saya jadi baru tau kalo Memories of the Alhambra (MoA) adalah come back debut nya Hyun Bin ke TV setelah lebih dari 4 tahun. Dan Park Shin-Hye, pemeran wanita utamanya, juga salah satu aktris papan atas Korea. Lalu pemeran Jung Se-Joo, ternyata adalah anggota grup band, EXO (Tau dan sering dengar namanya karena adik-adik saya suka K-Pop, but again ngga tau lagunya yang mana, hihihi). Tapi pastinya jajaran pemain MoA ini mempunyai daya tarik tersendiri untuk pecinta K-Drama dan K-Pop.

pemain memories of the alhambra
Dari Ki-Ka: Hyun Bin (Yoo Jin-Woo), Park Shin-Ye (Jung He-Joo), Chanyeol EXO (Jung Se-Joo)

Sebagian besar syuting serial ini dilakukan di Granada makin membuat saya ingin berkunjung ke sana. Granada adalah salah satu kota di Spanyol yang cukup kental jejak peninggalan Islamnya selain Seville dan Cordoba. Kawasan Andalusia ini memang salah satu bucket list saya. Ditambah, negara Spanyol mempunyai living cost yang cenderung lebih rendah daripada kawasan Eropa lain khususnya Eropa Barat. Waktu saya berkunjung ke Barcelona musim panas 2016 yang lalu, saya sangat terkesan bahwa dengan 10 Euro saya bisa belanja bahan makanan lebih banyak dan berkualitas daripada di Indonesia. *Lohhh, jadi melenceng pembicaraannya.*

BACA JUGA: Barcelona, Camp Nou Experience

Alhambra Palace di Granada, source: getyourguide.com 

Demikian review dari saya yang awam korea dan baru saja teracuni. Sangat tidak menutup kemungkinan ke depannya akan teracuni yang lain, walaupun sampai saat ini belum terkena dan mencoba drama korea lainnya. Hehehehe...