Tahun 2020 ini saya menargetkan untuk membaca 24 buku. Naik 8 buku dari tahun sebelumnya. Ini berarti minimal saya harus membaca 2 buku setiap bulannya.Dan seperti layaknya target tahun baru dibuat, bulan Januari adalah masanya sangat bersemangat untuk memenuhi target.
Bulan Januari yang lalu saya berhasil menyelesaikan 7 buku dengan genre yang berbeda-beda. Ini daftarnya.
1. The Year of Less: How I Stopped Shopping, Gave Away My Belongings, and Discovered Life Is Worth More Than Anything You Can Buy in a Store
Penulis: Cait Flanders
Genre: Self Improvement
Rating Pribadi: 7.5/10
Review Singkat:
Buku ini bercerita tentang pengalaman penulis menerapkan gaya hidup minimalis sebelum Marie Kondo booming. Flanders bercerita bagaimana memiliki atau membeli banyak barang tidak menjadikan kita lebih bahagia, melainkan sebaliknya. Dalam buku ini, flanders menantang dirinya sendiri untuk tidak berbelanja selama setahun dan dampak terhadap dirinya. Dia juga bercerita bagaimana dulu ia memiliki banyak hutang kartu kredit dan akhirnya bisa melunasi serta memiliki banyak tabungan. Cukup inspiratif untuk ikut dicoba.
2. #Dear Tomorrow: Notes to My Future Self
Penulis: Maudy Ayunda
Genre: Nonfiction
Rating Pribadi: 7.5/10
Review Singkat:
Buku ini jelas menggambarkan bahwa Maudy Ayunda is way more than just a pretty face. Dia juga pintar, giat dan pekerja keras, serta punya insecurity seperti kita layaknya manusia biasa. Buku ini berisi tentang pemikiran dan renungannya tentang hidup. Tidak berat ataupun baru, namun untuk merangkaikan kata-kata tentang apa yang kita rasakan biasanya tidak mudah dan Maudy berhasil. Tentu saja buku ini membawa pesan positif bagi pembacanya. Konsep buku ini banyak tulisan renungan dan puisi serta foto yang instagrammable dengan layout yang menarik, jadi dalam satu halaman tidak penuh dengan tulisan. Bahkan ada playlist yang berisikan lagu-lagu sesuai suasana hati.
Buku ini jelas menggambarkan bahwa Maudy Ayunda is way more than just a pretty face. Dia juga pintar, giat dan pekerja keras, serta punya insecurity seperti kita layaknya manusia biasa. Buku ini berisi tentang pemikiran dan renungannya tentang hidup. Tidak berat ataupun baru, namun untuk merangkaikan kata-kata tentang apa yang kita rasakan biasanya tidak mudah dan Maudy berhasil. Tentu saja buku ini membawa pesan positif bagi pembacanya. Konsep buku ini banyak tulisan renungan dan puisi serta foto yang instagrammable dengan layout yang menarik, jadi dalam satu halaman tidak penuh dengan tulisan. Bahkan ada playlist yang berisikan lagu-lagu sesuai suasana hati.
3. Every Night I'm Yours (The Spinster Club, #1)
Penulis: Christie Kelley
Genre: Adult Fiction
Rating Pribadi: 7/10
Review Singkat:
Ini adalah buku stensilan pertama yang saya baca selesai. Hahahaha. Iya saya bahkan ga baca triloginya 50 Shades. Iseng baca karena liat ebook ini didiskon murah banget di play book. Buku ini adalah buku pertama dari series Spinster Club yang berjumlah 5 buku. Masing-masing buku bercerita tentang tokoh yang berbeda dari Spinster Club. Latar belakang ceritanya adalah awal abad 19 atau tahun 1800an, dimana sebenarnya budaya Barat lebih konservatif dan mirip dengan budaya timur pada abad selanjutnya. Apa itu spinster? Spinster adalah perempuan yang tidak menikah/umurnya sudah jauh melewati masa menikah umumnya pada zaman itu.
Pada buku pertama ini, sang tokoh utama perempuan bernama Avis terjebak dalam deal khusus dengan seorang pria dari kaum bangsawan juga bernama Banning. Avis yang seorang penulis ingin memiliki pengalaman seksual yang biasanya hanya dimiliki oleh orang yang menikah saja dan ingin menjadikannya bahan tulisan. Alur cerita yang bisa diduga, Avis dan Banning akhirnya memiliki ikatan dan ketertarikan yang lebih dari sekedar urusan fisik.
Bagi saya, yang menarik justru karena saya baru sadar bahwa barat pun dulu sebenarnya konservatif, dimana premarital sex itu dilarang dan tidak terpuji. Para perempuan juga memiliki pressure yang berat untuk menikah dan lain sebagainya. Persis seperti budaya timur sekarang (atau setidaknya beberapa dekade lalu). Tapi cukup buku pertama ini saja yang saya baca. Alurnya yang mudah ditebak tidak membuat saya ingin melanjutkan ke cerita selanjutnya.
Ini adalah buku stensilan pertama yang saya baca selesai. Hahahaha. Iya saya bahkan ga baca triloginya 50 Shades. Iseng baca karena liat ebook ini didiskon murah banget di play book. Buku ini adalah buku pertama dari series Spinster Club yang berjumlah 5 buku. Masing-masing buku bercerita tentang tokoh yang berbeda dari Spinster Club. Latar belakang ceritanya adalah awal abad 19 atau tahun 1800an, dimana sebenarnya budaya Barat lebih konservatif dan mirip dengan budaya timur pada abad selanjutnya. Apa itu spinster? Spinster adalah perempuan yang tidak menikah/umurnya sudah jauh melewati masa menikah umumnya pada zaman itu.
Pada buku pertama ini, sang tokoh utama perempuan bernama Avis terjebak dalam deal khusus dengan seorang pria dari kaum bangsawan juga bernama Banning. Avis yang seorang penulis ingin memiliki pengalaman seksual yang biasanya hanya dimiliki oleh orang yang menikah saja dan ingin menjadikannya bahan tulisan. Alur cerita yang bisa diduga, Avis dan Banning akhirnya memiliki ikatan dan ketertarikan yang lebih dari sekedar urusan fisik.
Bagi saya, yang menarik justru karena saya baru sadar bahwa barat pun dulu sebenarnya konservatif, dimana premarital sex itu dilarang dan tidak terpuji. Para perempuan juga memiliki pressure yang berat untuk menikah dan lain sebagainya. Persis seperti budaya timur sekarang (atau setidaknya beberapa dekade lalu). Tapi cukup buku pertama ini saja yang saya baca. Alurnya yang mudah ditebak tidak membuat saya ingin melanjutkan ke cerita selanjutnya.
4. The Unlikely Pilgrimage of Harold Fry (Harold Fry, #1)
Penulis: Rachel Joyce
Genre: Fiction
Rating Pribadi: 9.5/10
Review Singkat:
Buku ini adalah buku fiksi favorit saya setelah One More Day nya Mitch Albom. Berawal dari seorang laki-laki yang telah menginjak usia pensiun bernama Harold Fry menerima sebuah surat dari seorang perempuan teman kerjanya 20 tahun yang lalu bernama Queenie Hennessy. Surat tersebut memberitakan bahwa Queenie sedang sakit. Secara impulsif setelah menerima surat itu, Harold memutuskan untuk berjalan kaki untuk menjenguk Queenie dan meninggalkan istrinya di rumah sendirian. Keputusan Harold itu sangatlah aneh, mengingat dia tidak membawa apa-apa, dompet dan telepon genggamnya sekalipun. Apalagi Harold sudah tidak muda dan memiliki masalah pada sendinya. Jarak yang ditempuh pun seperti dari ujung ke ujung negara Inggris, namun perjalanan itu mengubah banyak hal dan aspek kehidupan Harold dan istrinya.
Awalnya perlu komitmen untuk terus melanjutkan membaca buku ini. Rasa penasaran dan ketakutan saya tentang menjadi empty nester kelak membuat saya ingin tahu apa yang salah dengan Harold dan istrinya serta mengapa ia melakukan pilgrimage ini. Ceritanya tidak bisa ditebak dan sangat menarik. Twisted but not a psycho one. Really worth to read.
Awalnya perlu komitmen untuk terus melanjutkan membaca buku ini. Rasa penasaran dan ketakutan saya tentang menjadi empty nester kelak membuat saya ingin tahu apa yang salah dengan Harold dan istrinya serta mengapa ia melakukan pilgrimage ini. Ceritanya tidak bisa ditebak dan sangat menarik. Twisted but not a psycho one. Really worth to read.
5. The Last Black Unicorn
Penulis: Tiffany Hadish
Genre: Autobiography, Humor
Rating Pribadi: 8/10
Review Singkat:
Ceritanya saya lagi kerajingan baca buku autobiography setelah sebelumnya baca buku Trevor Noah dan Ali Wong, kali ini saya membaca buku komika lainnya, Tiffany Hadish. Membaca memoir seorang imigran biasanya lebih menarik dan berliku karena umumnya mereka memulai segala sesuatu dari bawah dan melalui banyak rintangan. (Hmmm, ya mungkin kalau hidupnya lancar-lancar dan terlalu glamour saja jadi tidak menarik. Coba kepoin bukunya Paris Hilton, ratingnya tidak ada yang bagus). Buku yang memenangkan Goodreads Choice 2018 untuk kategori Humor ini saya rasa sangat mengalir dan lucu. Tidak jarang saya tertawa terbahak-bahak saat membacanya. Cara Tiffany Hadish bercerita sangatlah lucu dan kocak walaupun yang dia ceritakan tentang kemalangan. Saya sendiri sebelum membaca buku ini belum pernah menonton Stand Up Comedynya, lalu ketika saya mencoba menonton Netflix Specialnya berjudul Black Mitzvah, saya tidak menyelesaikannya dan jauh lebih suka bukunya.
6. Find It in Everything
Penulis: Drew Barrymore
Genre: Art/Photography, Nonfiction
Rating Pribadi: 7/10
Review Singkat:
Ini adalah salah satu cheating book saya bulan ini karena isinya hanya foto-foto saja dan bisa diselesaikan kurang dari sejam. Hehehehe. Drew Barrymore mengumpulkan banyak foto dari berbagai macam tempat dan keseharian yang tidak sengaja menunjukkan tanda cinta/love. Misalnya saja pada bentuk potongan/panggangan makanan sampai dengan awan di langit. Adorable filled with positive attitude or she's simply hopeless romantic.
7. The Girl on the Train
Penulis: Paula Hawkins
Genre: Mystery
Rating Pribadi: 8.5/10
Review Singkat:
Ini termasuk buku genre misteri pertama saya setelah sebelumnya hiatus membaca bertahun-tahun. Buku ini bercerita tentang seorang wanita bernama Rachel yang commute setiap hari menggunakan kereta dari daerah pinggiran ke pusar kota London. Selama perjalanannya dia memperhatikan lingkungan tempat tinggal yang dulu ia tinggali bersama suaminya sebelum bercerai. Sampai suatu hari, seorang wanita yang biasa ia amati dari kereta dilaporkan hilang, Rachel tergelitik untuk memberi kesaksian dan mencari tahu apa yang terjadi dengan wanita tersebut. Film ini memiliki alur cerita yang tidak tertebak, bagi yang suka twisted ending, buku ini menarik untuk dibaca. Buku ini diadaptasi ke layar lebar dengan judul yang sama pada tahun 2016 dan dimainkan oleh Emily Blunt. Saya sendiri belum menonton filmnya, namun yang malas membaca, sepertinya bisa menonton filmnya. Namun seperti biasa, books always better than the movie (iyalah, karena memvisualisasikan tulisan tidak segampang itu).
Okay, sekian review dari buku-buku yang saya tulis bulan Januari lalu. Semoga habis ini bisa konsisten menulis review buku pada bulan-bulan selanjutnya.
Okay, sekian review dari buku-buku yang saya tulis bulan Januari lalu. Semoga habis ini bisa konsisten menulis review buku pada bulan-bulan selanjutnya.
0 comments:
Posting Komentar