Tampilkan postingan dengan label random talk. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label random talk. Tampilkan semua postingan

Minggu, 13 Desember 2020

Hidup Sehat, Pilihan Bertahan Saat Pandemi

Banyak hal yang diajarkan oleh pandemi pada tahun 2020 ini. Kondisi pandemi yang sangat tidak terkendali di Indonesia, dimana yang terkena Corona lingkupnya semakin dekat dengan kita, membuat salah satu pilihan yang kita miliki adalah membenahi diri, HIDUP SEHAT. Jadi jika kemungkinan buruk terjadi, setidaknya dampaknya diminimalisasi.

Teman-teman di circle saya mulai mengajak untuk berolahraga bareng via online. Setiap minggu ada 2 sesi olahraga online via zoom serta kita harus setor apa yang kita makan setiap harinya di grup whatsapp yang dipandu seorang coach. Awalnya tentu tidak mudah, terutama bagian makanan. Beberapa syaratnya adalah
- Tidak boleh goreng-gorengan
- Tidak boleh tepung-tepungan dan makanan bersantan
- Protein yang disarankan adalah dada ayam. Hindari sea food. 
- Karbohidrat dan buah-buahan tidak boleh dimakan saat malam hari. 
Program yang saya ikuti ini dimulai saat saya sedang hobi-hobinya mengikuti resep cemilan di youtube. Jadi perubahannya cukup drastis. 

Selain itu grup kami juga menentukan target langkah harian, awalnya 5000 steps, lalu naik jadi 8000 steps. Saat 5000 steps, saya masih bisa mengejarnya 1-2 video Walk at Home nya Budhe Leslie Sansone di Youtube. Namun saat sudah 8000, mulai kewalahan. Karena bisa punya waktu 15 menit sendiri tanpa diganggu atau terdistraksi kerjaan rumah lainnya itu sangat sulit. Dari sini lah saya mulai memilih, lari, olahraga tertua di dunia. 

Sebenarnya lari bukanlah hal baru bagi saya. Saat masih S2 di Malaysia sekitar 7 tahun lalu, saya sudah mulai berlari rutin 2-5 km setiap hari. Manfaat yang saya rasakan adalah stress saya berkurang di tengah mengerjakan riset dan kegalauan hati saat itu. Lalu saya malah berhenti ketika seorang pria melamar saya 6 tahun yang lalu. Mungkin sudah tidak begitu stress 😝

*will be updated later*

Selasa, 14 Agustus 2018

Kangen Tumblr


Saya lagi kangen tumblr.

Pernah ga sih merasakan jenuh atau iri hati karena sosial media? (Saya ngacung). Walaupun di sosmed saya itu minim selebgram, ternyata teman-teman sendiri pun kadang bikin ehem-ehem, jadi bete sendiri.

Di atas kertas, sepertinya hidup saya sudah lengkap ya, punya anak pun sudah sepasang. Jadi ga bisa tuh orang nanya "kapan Ammar punya adek?" "Ga penasaran punya anak cewe?" Tapi namanya juga manusia biasa yang diciptakan banyak berkeluh kesah *padahal ga bagus* kelamaan liat sosmed bisa bikin lelah dan mengarah ke iri hati.

Contohnya aja, abis liat postingan si ibu ini ngasih stimulasi ini buat anaknya, bikin sendiri pula pakai alat dengan konsep montessori. Si anak pun anteng bisa main berjam-jam tanpa screen time. Sedangkan di saat yang sama, Ammar lagi di depan TV, dan Salsa si bayi koala menghabiskan 80% waktunya di gendongan saya, boro-boro stimulasi ternyata mainan saja tidak ada yang saya belikan, bahkan teether pun belum sempat beli. Saya merasa gagal untuk anak-anak saya di banyak hal. I did not cut out as social media mom, not Instagram, and totally  far from pinterest mom.

Sampai akhirnya saya bilang ke suami kalau sepertinya saya perlu break sejenak.

Di saat perlu social media break tapi tetap perlu tempat untuk mencurahkan perasaan. Oh Tumblr. 
Dimana kamu tidak perlu menulis panjang-panjang, bisa hanya quote atau satu buah gambar atau gambar dengan quote. Oh Tumblr.
Dimana kamu merasa semua orang galau dan perlu pertolongan. Oh Tumblr.



Pokoknya bagi saya, tumblr itu tempat yang pas untuk pelampiasan uneg-uneg tapi hampir ga ada yang baca. Lumayan buat penyaluran. Kalo mau caption positif terus ala-ala di IG kok kayanya fake, tapi kalo ngeluh mulu negative vibe banget... Di tumblr, ga ada yang protes.

Sayangnya pada 6 Maret 2018 yang lalu, Kominfo resmi memblokir layanan Tumblr di Indonesia. Kronologisnya bisa dilihat disini.  Alasan utama pemblokiran tumblr adalah konten pornografi yang ada di dalam situs microblogging tersebut, walaupun itu juga kalau orangnya mengakses ya. Timeline saya mah isinya self help atau meme lucu ngga jelas.


Sedih sih karena saya punya 3 alamat tumblr, 1 yang paling saya sering gunakan untuk me-reblog apapun yang saya mau, 1 untuk kehidupan saya setelah menikah, dan 1 untuk percakapan random di keluarga besar saya yang bisa mengundang gelak tawa. Jika anda mengarahkan cursor ke kolom "About Me" di blog ini, maka akan terhubung dengan tumblr-tumblr saya. Oh saya punya 4 bahkan, 1 lagi page fanbase buat Rachel Platten sebelum dia seterkenal sekarang dan difollow doi loh.


Tumblr itu simpel tapi indah. Dia tidak ribet dan semaumu saja. Dia tidak menggebu-gebu seperti facebook, intens seperti Instagram, atau intelek seperti twitter. Tumblr menerima dirimu apa adanya. Dia dapat mendengar lagu yang sedang kau mainkan, lirik yang sedang kau renungkan, serta northern light yang kau idam-idamkan untuk dilihat. Dan siapa sangka ternyata Spongebob bisa sangat relatable pada kehidupan kita.

Semoga suatu saat nanti tumblr kembali, mungkin ada cara agar hanya konten pornografi saja yang diblok sehingga yang lainnya tetap bisa diakses?

Ah pokoknya saya kangen Tumblr. Ada yang mau ngasih saran, dimana biasanya bisa melampiaskan isi hati tanpa peduli apa kata orang? 


Sabtu, 14 Juli 2018

Bunda Menyerah dan Jadi Mamah

Dari awal, saya dan suami sudah menentukan tidak mau dipanggil mama dan papa. Saya sendiri memanggil orang tua saya Ummi dan Abi, sedangkan suami saya Ayah dan Ibu. Ketika kami akhirnya mempunyai anak sendiri, kami ingin dipanggil Ayah- Bunda.

Kenyataan pahit (lebaynya muncul) itu muncul ketika babbling (ocehan) anak saya (Ammar) pertama kali adalah yah.... Duh susah sekali rasanya bunda, harusnya dulu suami saya jangan dipanggil Ayah, tapi dipanggilnya Bapak saja biar susah (#timcurang). Lalu anak saya terkena tanda-tanda awal speech delay, babbling nya hilang. Di umur 15 bulanan, kemampuan berbicaranya tidak lebih bagus dari milestone anak 9 bulan. Sedih rasanya, padahal kemampuan intelegensia yang lainnya bagus. Akhirnya kami pun mulai menerapkan no gadget apalagi youtube selama beberapa bulan. Alhamdulillah perlahan kemampuan bicaranya kembali dan mengejar milestone seharusnya. 

Namun, ya sepertinya 'Bunda' masih jauh untuk diraih karena cukup sulit untuk diucapkan. Sekitar 3 bulan lalu setelah saya melahirkan anak kedua, saya mengatakan kepada Ammar, "ya udah deh mar, panggil Mamah aja ga usah Bunda". Lalu serta merta, mata Ammar berbinar, tangannya memegang pipi saya sambil mengucap "Mamah... mamah..." dia tampak senang bukan main, akhirnya bisa memanggil saya selain "ehhh ehhh". That was quite a moment for me. Plus mamah, pake h, sunda pisan. Ya tapi kesini-sininya, kata "mamah" paling banyak disebut sehari-hari, puyeng juga nakkk.. Wkwkwkwk.

Berdasarkan googling sana sini, ternyata penggunaan kata mama-papa bermula dari datangnya bangsa Belanda ke Indonesia. Mereka yang berpendidikan Belanda biasanya akan memanggil menggunakan kata mama-papa atau mami-papi. Sehingga pada awal kemunculannya penggunaan kata mama-papa identik dengan keluarga yang lebih berpendidikan dan modern. Nah balik lagi ke asal usul mama papa, dulu saya selalu menganggap kalo yang manggilnya mama papa itu berasal dari keluarga kaya. Jadi minder gt kalo sobat miskin manggilnya mama-papa.

Tapi sekarang saya baru sadar, penyebab sebenarnya adalah karena mama papa umumnya adalah kata babbling pertama anak kecil.  Beberapa bahasa lain juga menggunakan kata yang mirip dengan mama sebagai panggilan ibu contohnya:

  • Afrika - Mamma
  • Cina - Ma
  • India - Maan
  • Irlandia - Mamai
  • Portugis - Mamãe
Source: Google Translate

Kata 'mama' sendiri mudah dipahami oleh seluruh orang di dunia. Saya jadi kagum sama yang menciptakan 'ibu' 'bunda' 'ambu' dan bahasa daerah lainnya di Indonesia, karena pengucapannya jauh dari normalnya babbling anak. Kalo 'emak' sebenarnya masih dekat ya. Saya teringat adik saya dulu jika merefer susu itu jadi 'beis' (whatttt, jauh banget kali), tapi sekarang sih adik saya pinter-pinter aja, bukannya terbelakang juga, hahaha, mungkin dia punya bibit pencipta bahasa kali ya sebenarnya.

Ada juga ga yang gagal jadi Bunda atau Ibu dan ganti jadi Mama?