Minggu, 12 April 2020

My Reading List: February 2020



Kalau bulan lalu saya berhasil membaca 7 buku, bulan Februari ini hanya 4 saja saudara-saudara. Dan penyebabnya adalah CRASH LANDING ON YOU! Setelah berusaha bertahan menonton pilotnya, saya akhirnya jadi tertarik untuk menontonnya. Tau kan, kalo K-Drama itu satu episodenya bisa 1.5 jam dan tidak bisa disambi dengar saja karena saya ga ngerti bahasa korea.

Berikut adalah daftar buku yang saya baca di bulan Februari yang lalu. 

1.  Attachments




Penulis: Rainbow Rowell
Genre: Fiction
Rating Pribadi: 7.5/10
Review Singkat: 
Meskipun ditulis pada tahun 2011, cerita ini memiliki latar belakang pada akhir tahun 99, menjelang milenium 2000 (y2k). Lincoln O'Neil bekerja di sebuah kantor media dan bertugas untuk menyaring email karyawan di kantor tersebut. Ya, Ia harus menyaringnya dengan manual, membaca email satu per satu, dan menandai atau meberi peringatan jika isi email mereka tidak sesuai atau terkena red flag. Tapi Lincoln melanggarnya dengan membiarkan Beth dan Jennifer berceloteh sesuka mereka dalam email. Bahkan Lincoln pun mulai mempunyai perasaan pada Beth hanya dengan membaca email kedua sahabat itu. 

2. Inside Out 





Penulis: Demi Moore
Genre: Autobiography
Rating Pribadi: 9/10
Review Singkat:
Buku memoir ini mengungkapkan banyak rahasia dan klarifikasi tentang berbagai kejadian di masa lalu seorang Demi Moore. Mulai dari masa kecil dan hubungan dengan ibu kandungnya yang cukup kompleks (dan bikin saya emosiii.. huhhh). Demi Moore juga berbagi cerita mengenai percintaannya mulai dari suami pertamanya yang memberikannya nama belakang panggungnya sampai sekarang, Freddy Moore, pernikahannya dengan Bruce Willis, sampai dengan pernikahan terakhirnya dengan Ashton Kutcher yang bertahan lima tahun. Banyak detail mengejutkan yang diceritakan oleh Demi Moore dalam memoir ini. Banyak yang bisa diambil sebagai pelajaran dari kisah hidup aktris senior ini. Yang pasti setelah baca buku ini, saya jadi ga suka sama Ashton Kutcher, hehehe. Demi Moore dibantu seorang co-author Ariel Levy dalam menulis buku ini.

3. I Heart My Little A-Holes





Penulis: Karen Alpert
Genre: Parenting
Rating Pribadi: 7.5/10
Review Singkat:
Buku tentang parenting ini ditulis dengan gaya sarkas dan realistis sesuai dengan judul bukunya. Saya pun melanggar "janji" saya untuk tidak membaca buku parenting. Sepertinya setiap orang tua pasti bisa relate dengan salah satu hal yang dibahas oleh Karen. This is my favorite excerpt.

OB: So what are you using for birth control?
ME: Our Baby
OB: (blank stare)
ME: Seriously, he's like constantly laying between us and cockblocking my husband.

4. A Man Called Ove



Penulis: Fredrick Backman
Genre: Fiction
Rating Pribadi: 8/10
Review Singkat:
Ove adalah seorang laki-laki tua yang cenderung sangat tidak ramah dan individualistis. Bahasa Indonesianya, Ove ini orangnya jutek banget dan blak-blakan, ga basa-basi banget deh. Tidak banyak orang yang akan mengatakan bahwa Ove adalah pribadi yang menyenangkan. Namun Ove memiliki istri bernama Sonja yang menerima dirinya apa adanya serta memiliki kepribadian yang bertolak belakang dengan Ove. Saat Sonja meninggal, Ove merasa sudah tidak ada alasan lagi untuk hidup, dia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Namun setiap kali ia mencoba untuk bunuh diri, ada saja yang dilakukan tetangga barunya sehingga niatnya tertunda. Buku ini sangat menarik untuk dibaca, lucu dan penuh nilai kehidupan.

BACA JUGA: My January Reading List

Heu, I should've post my March reading list since this is April already.

Sabtu, 28 Maret 2020

My Reading List: January 2020




Tahun 2020 ini saya menargetkan untuk membaca 24 buku. Naik 8 buku dari tahun sebelumnya. Ini berarti minimal saya harus membaca 2 buku setiap bulannya.Dan seperti layaknya target tahun baru dibuat, bulan Januari adalah masanya sangat bersemangat untuk memenuhi target.

Bulan Januari yang lalu saya berhasil menyelesaikan 7 buku dengan genre yang berbeda-beda. Ini daftarnya.

1.  The Year of Less: How I Stopped Shopping, Gave Away My Belongings, and Discovered Life Is Worth More Than Anything You Can Buy in a Store



Penulis: Cait Flanders
Genre: Self Improvement
Rating Pribadi: 7.5/10
Review Singkat:
Buku ini bercerita tentang pengalaman penulis menerapkan gaya hidup minimalis sebelum Marie Kondo booming. Flanders bercerita bagaimana memiliki atau membeli banyak barang tidak menjadikan kita lebih bahagia, melainkan sebaliknya. Dalam buku ini, flanders menantang dirinya sendiri untuk tidak berbelanja selama setahun dan dampak terhadap dirinya. Dia juga bercerita bagaimana dulu ia memiliki banyak hutang kartu kredit dan akhirnya bisa melunasi serta memiliki banyak tabungan. Cukup inspiratif untuk ikut dicoba.

2. #Dear Tomorrow: Notes to My Future Self




Penulis: Maudy Ayunda
Genre: Nonfiction
Rating Pribadi: 7.5/10
Review Singkat:
Buku ini jelas menggambarkan bahwa Maudy Ayunda is way more than just a pretty face. Dia juga pintar, giat dan pekerja keras, serta punya insecurity seperti kita layaknya manusia biasa. Buku ini berisi tentang pemikiran dan renungannya tentang hidup. Tidak berat ataupun baru, namun untuk merangkaikan kata-kata tentang apa yang kita rasakan biasanya tidak mudah dan Maudy berhasil. Tentu saja buku ini membawa pesan positif bagi pembacanya. Konsep buku ini banyak tulisan renungan dan puisi serta foto yang instagrammable dengan layout yang menarik, jadi dalam satu halaman tidak penuh dengan tulisan. Bahkan ada playlist yang berisikan lagu-lagu sesuai suasana hati.

3. Every Night I'm Yours (The Spinster Club, #1)




Penulis: Christie Kelley
Genre: Adult Fiction
Rating Pribadi: 7/10
Review Singkat:
Ini adalah buku stensilan pertama yang saya baca selesai. Hahahaha. Iya saya bahkan ga baca triloginya 50 Shades. Iseng baca karena liat ebook ini didiskon murah banget di play book. Buku ini adalah buku pertama dari series Spinster Club yang berjumlah 5 buku. Masing-masing buku bercerita tentang tokoh yang berbeda dari Spinster Club. Latar belakang ceritanya adalah awal abad 19 atau tahun 1800an, dimana sebenarnya budaya Barat lebih konservatif dan mirip dengan budaya timur pada abad selanjutnya. Apa itu spinster? Spinster adalah perempuan yang tidak menikah/umurnya sudah jauh melewati masa menikah umumnya pada zaman itu.

Pada buku pertama ini, sang tokoh utama perempuan bernama Avis terjebak dalam deal khusus dengan seorang pria dari kaum bangsawan juga bernama Banning. Avis yang seorang penulis ingin memiliki pengalaman seksual yang biasanya hanya dimiliki oleh orang yang menikah saja dan ingin menjadikannya bahan tulisan. Alur cerita yang bisa diduga, Avis dan Banning akhirnya memiliki ikatan dan ketertarikan yang lebih dari sekedar urusan fisik.

Bagi saya, yang menarik justru karena saya baru sadar bahwa barat pun dulu sebenarnya konservatif, dimana premarital sex itu dilarang dan tidak terpuji. Para perempuan juga memiliki pressure yang berat untuk menikah dan lain sebagainya. Persis seperti budaya timur sekarang (atau setidaknya beberapa dekade lalu). Tapi cukup buku pertama ini saja yang saya baca. Alurnya yang mudah ditebak tidak membuat saya ingin melanjutkan ke cerita selanjutnya.

4. The Unlikely Pilgrimage of Harold Fry (Harold Fry, #1)




Penulis: Rachel Joyce
Genre: Fiction
Rating Pribadi: 9.5/10
Review Singkat:
Buku ini adalah buku fiksi favorit saya setelah One More Day nya Mitch Albom. Berawal dari seorang laki-laki yang telah menginjak usia pensiun bernama Harold Fry menerima sebuah surat dari seorang perempuan teman kerjanya 20 tahun yang lalu bernama Queenie Hennessy. Surat tersebut memberitakan bahwa Queenie sedang sakit. Secara impulsif setelah menerima surat itu, Harold memutuskan untuk berjalan kaki untuk menjenguk Queenie dan meninggalkan istrinya di rumah sendirian. Keputusan Harold itu sangatlah aneh, mengingat dia tidak membawa apa-apa, dompet dan telepon genggamnya sekalipun. Apalagi Harold sudah tidak muda dan memiliki masalah pada sendinya. Jarak yang ditempuh pun seperti dari ujung ke ujung negara Inggris, namun perjalanan itu mengubah banyak hal dan aspek kehidupan Harold dan istrinya.

Awalnya perlu komitmen untuk terus melanjutkan membaca buku ini. Rasa penasaran dan ketakutan saya tentang menjadi empty nester kelak membuat saya ingin tahu apa yang salah dengan Harold dan istrinya serta mengapa ia melakukan pilgrimage ini. Ceritanya tidak bisa ditebak dan sangat menarik. Twisted but not a psycho one. Really worth to read.

5. The Last Black Unicorn




Penulis: Tiffany Hadish
Genre: Autobiography, Humor
Rating Pribadi: 8/10
Review Singkat:
Ceritanya saya lagi kerajingan baca buku autobiography setelah sebelumnya baca buku Trevor Noah dan Ali Wong, kali ini saya membaca buku komika lainnya, Tiffany Hadish. Membaca memoir seorang imigran biasanya lebih menarik dan berliku karena umumnya mereka memulai segala sesuatu dari bawah dan melalui banyak rintangan. (Hmmm, ya mungkin kalau hidupnya lancar-lancar dan terlalu glamour saja jadi tidak menarik. Coba kepoin bukunya Paris Hilton, ratingnya tidak ada yang bagus). Buku yang memenangkan Goodreads Choice 2018 untuk kategori Humor ini saya rasa sangat mengalir dan lucu. Tidak jarang saya tertawa terbahak-bahak saat membacanya. Cara Tiffany Hadish bercerita sangatlah lucu dan kocak walaupun yang dia ceritakan tentang kemalangan. Saya sendiri sebelum membaca buku ini belum pernah menonton Stand Up Comedynya, lalu ketika saya mencoba menonton Netflix Specialnya berjudul Black Mitzvah, saya tidak menyelesaikannya dan jauh lebih suka bukunya.

6. Find It in Everything




Penulis: Drew Barrymore
Genre: Art/Photography, Nonfiction
Rating Pribadi: 7/10
Review Singkat:
Ini adalah salah satu cheating book saya bulan ini karena isinya hanya foto-foto saja dan bisa diselesaikan kurang dari sejam. Hehehehe. Drew Barrymore mengumpulkan banyak foto dari berbagai macam tempat dan keseharian yang tidak sengaja menunjukkan tanda cinta/love. Misalnya saja pada bentuk potongan/panggangan makanan sampai dengan awan di langit. Adorable filled with positive attitude or she's simply hopeless romantic.

7. The Girl on the Train




Penulis: Paula Hawkins
Genre: Mystery
Rating Pribadi: 8.5/10
Review Singkat:
Ini termasuk buku genre misteri pertama saya setelah sebelumnya hiatus membaca bertahun-tahun. Buku ini bercerita tentang seorang wanita bernama Rachel yang commute setiap hari menggunakan kereta dari daerah pinggiran ke pusar kota London. Selama perjalanannya dia memperhatikan lingkungan tempat tinggal yang dulu ia tinggali bersama suaminya sebelum bercerai. Sampai suatu hari, seorang wanita yang biasa ia amati dari kereta dilaporkan hilang, Rachel tergelitik untuk memberi kesaksian dan mencari tahu apa yang terjadi dengan wanita tersebut. Film ini memiliki alur cerita yang tidak tertebak, bagi yang suka twisted ending, buku ini menarik untuk dibaca. Buku ini diadaptasi ke layar lebar dengan judul yang sama pada tahun 2016 dan dimainkan oleh Emily Blunt. Saya sendiri belum menonton filmnya, namun yang malas membaca, sepertinya bisa menonton filmnya. Namun seperti biasa, books always better than the movie (iyalah, karena memvisualisasikan tulisan tidak segampang itu).


Okay, sekian review dari buku-buku yang saya tulis bulan Januari lalu. Semoga habis ini bisa konsisten menulis review buku pada bulan-bulan selanjutnya.

Selasa, 18 Februari 2020

Manfaat Lebih Banyak Membaca untuk Para Ibu


Saya suka membaca. Dulu. Saat SD saya suka sekali melahap buku cerita rakyat, komik, dan majalah. Saat SMP saya mulai suka membaca Chicklit, setiap ada judul baru di toko buku pasti saya baca walau meminjam teman (waktu itu chicklit tidak sebanyak sekarang). Saat SMA, saya membaca novel-novel remaja islami. Dan tambahannya adalah, sedari SD saya suka membuat cerita pendek walau tidak saya bagikan ke siapapun.

Saat KULIAH, jeng jeng, kesibukan membuat saya hampir tidak lagi membaca. Di waktu senggang, saya habiskan dengan menonton DVD Bajakan serial TV atau film Hollywood. Semenjak itu, sedikit sekali waktu saya membaca. Bisa dikatakan dalam setahun, sepertinya tidak sampai 3 buku yang saya baca sampai selesai. Umumnya pun buku tentang traveling ala backpacker. Yang saya ingat dengan pasti, saya adalah penggemar dan selalu mengikuti semua serial buku Naked Travelernya mbak Trinity.

Baru setahunan belakangan ini, saya mulai mencoba mengembalikan lagi hobi lama yang sudah terpendam itu. Dimulai dari sebuah akun instagram tentang Buibu Baca Buku Book Club di akun Instagram @bbbbookclub, saya mulai terbakar semangatnya untuk MENOLAK BEGO dan kembali membaca. Entah mitos atau fakta, terkadang orang menyebutnya Mommy's Brain, yaitu saat dimana kemampuan konsentrasi seseorang mulai menurun setelah menjadi Ibu aka LEMOT.

Pada tahun 2019 kemarin saya mulai memasang target berapa jumlah buku yang harus saya selesaikan. Dimulai dengan 18 buku yang berarti 1.5 buku per bulan. Alhamdulillah bisa tercapai 28 buku, 10 buku lebih banyak daripada target. Untuk tahun ini saya memasang target 24 buku. Sedikit demi sedikit, apalagi akan ada member baru di keluarga kami tahun ini.

BACA JUGA: Secrets I Only Share to Stranger

Ok, ok, saya tahu apa yang terlintas di pikiran ibu-ibu lain tentang ibu yang bisa membaca banyak buku.
"Gimana bisaaa?"
Karena pikiran itu juga yang terlintas di pikiran saya. Sambil nyinyir netijen, "wah pasti dia mah support systemnya banyak, jadi sempet baca buku".

Ternyata BISA. Caranya?

  1. Kurangi Waktu Berselancar di Media Sosial
  2. Kurangi Waktu Berselancar di Marketplace

Ternyata dengan menyisihkan waktu sedikit saja, 1 jam sehari, kita bisa membaca banyak buku loh.  Dan 1 jam itu sangat mungkin karena jika mau jujur waktu yang dihabiskan dengan melihat instastory atau scroll feed/explorer di Instagram bisa menghabiskan waktu lebih dari itu. Hayooo jujurrr.. Saya pernah menonton video di youtube (lupa video pastinya) yang mengatakan bahwa para Top CEO meluangkan waktu 45 menit-1 jam sehari untuk membaca loh.

Satu lagi gangguan untuk para emak adalah, marketplace, online shopping, dan lain-lain. Iyaa, itu saya banget juga. Ada saja yang saya masukkan ke keranjang padahal saya tidak terlalu perlu. Saya masukkan ke kerangjang, karena kemungkinan saya membelinya lebih besar. Kalau hanya difavoritkan, kemungkinan tenggelam, karena sudah lebih dari 2300 produk yang saya favoritkan. Hahahaha... Dan keranjang saya pun tulisannya 99+. Banyaknya pilihan dan harga bersaing yang ditawarkan oleh penjual terkadang malah membuat waktu kita memilih lebih lama. Mana yang lebih murah, mana yang reviewnya paling bagus, mana yang penjualannya paling tinggi, mana yang penjualnya lebih dekat agar ongkirnya murah, sampai penjual mana yang berstatus khusus agar kita bisa mendapatkan cashback. Panjang deh proses pemilihannya.

Media Membaca Buku

Untuk media membaca buku saya paling suka menggunakan handphone, alasannya tidak berat, bisa dibawa kemana-mana, dan paling penting, bisa dibaca saat gelap-gelapan karena umumnya saya membaca buku saat anak-anak sudah tertidur. Namun ini ada kekurangannya sendiri yaitu banyak distraksi seperti notifikasi whatsapp dan media sosial. Awalnya saya masih suka terdistraksi karena masih belum "hanyut" membaca, tapi lama kelamaan saya mulai tak terpengaruh (kecuali anak nangis karena rewel, minta susu atau minta dipeluk. Kalo bapaknya yang minta peluk, masih belum ngaruh :p). Sampai akhirnya saya sampai pada poin dimana, saya justru merasa jenuh menonton video, saya lebih suka dan nyaman membaca buku.

Source: pixabay

Beberapa teman masih tetap lebih suka buku fisik, ada juga yang memakai kindle. Semua tergantung preferensi anda, nyamannya yang mana. Saya sendiri memiliki Amazon Fire limpahan dari suami, saudaranya Kindle tapi berwarna jadi seperti tab biasa namun kapasitasnya kecil. Namun tetap saya lebih suka menggunakan handphone saya, dengan applikasi Moon+ Reader Pro (berbayar sekali seumur hidup namun sering diskon 50%). 

Genre Buku Favorit

Awalnya buku yang saya baca tidak jauh-jauh dari masalah parenting. Contohnya The Danish Way of Parenting, Bringing Up Bebe, How Eskimos Keep Their Babies Warm, dan sebagainya. Sampai akhirnya saya mulai muak karena beberapa yang ada di buku parenting rasanya sulit dan tidak applicable untuk anak saya. Lagipula hampir seluruh waktu saya gunakan untuk mengurus anak, masa waktu membaca alias me time saya pakai buat mereka lagi (Emak mau egois ahhh). Saya mulai beralih ke genre lain seperti fiction, young adult, biography, anything but parenting!

BACA JUGAReview The Danish Way of Parenting

Tidak semua buku membuat saya cukup tertarik untuk membacanya sampai habis. Namun setelah mencoba berbagai macam genre, ternyata saya baru menemukan bahwa saya sangat menyukai buku-buku nonfiksi mulai dari biografi orang terkenal (Coba: Trevor Noah!) sampai peristiwa yang pernah terjadi (Coba: The Billion Dollar Whale dan Midnight in Chernobyl). Belum lama ini atas rekomendasi adik, saya mulai mencoba buku-buku genre misteri. Seru jugaaa...

Source: pixabay

Semua orang tentunya memiliki ketertarikan yang berbeda-beda, jadi ketika kita sudah menemukan apa yang kita suka, biasanya akan lebih nyaman untuk membaca.

Manfaat yang Sejauh ini Saya Rasakan

Sudah jelas dari 2 cara di atas yang saya lakukan dalam meluangkan waktu untuk membaca.


1. I Envy, Worry, and Ghibah Less

Ini sebenarnya efek dari mengurangi sosial media bagi kesehatan jiwa. Bagaimana pun sebagian besar orang hanya membagikan momen-momen baik atau kesuksesan (dan terkadang jatuhnya pamer) yang mereka miliki. Kok si itu jalan-jalan mulu, kok dia makannya enak-enak ya, kok dia uangnya kaya ga abis-abis, dan lain-lain. Terkadang kalau baperan, jadinya bisa mudah iri dan khawatir sendiri apakah kita sudah "berhasil"? Jangankan postingan selebgram dan kehidupan glamour (tapi gratisan dan dibayar pulak), sesimpel postingan anak orang yang gemuk di atas timbangan aja kadang bisa bikin baper ya kann...

Selain yang bagus-bagus, biasanya postingan yang ramai pengunjung adalah jika ada skandal. Saya sih bukan netizen yang berani julid langsung di kolom komen, tapi salah satu guilty pleasure saya adalah baca bagian komen postingan skandal atau problematik. Semenjak saya asyik sendiri dengan buku dan kegiatan lainnya di luar sosial media, saya tidak peduli dengan pertengkaran antara selebgram ini dengan selebgram lainnya. I don't even know them. They're famous just because of having these scandals nowadays. Why make stupid people more famous, right?

Belum lagi overfloading information yang ada, seperti contohnya harga masuk sekolah Internasional yang sangat mahal sekali. Lalu jadi pusing sendiri. Lah emang situ mau masukin ke sekolah itu, masih banyak kok sekolah lain yang bagus dan lebih sesuai untuk keluarga kita dengan harga yang lebih terjangkau.


2. I Spend Less

Dengan kemajuan teknologi, cuci mata sekarang bisa dilakukan tanpa pergi kemana-mana cukup dengan ujung jari kita. Baik di marketplace, maupun sosial media. Intinya semua beriklan dan berjualan. Walaupun dengan berbelanja kita ikut berpartisipasi dalam kemajuan ekonomi, tapi kalo kebanyakan dan ga perlu akan berdampak pada kekeringan kantong. Akhirnya saya hanya berbelanja ketika saya merasa memang hal itu saya perlukan.


3. Brain More

Membaca memperkaya kosa kata kita terlepas dari genre yang kita baca. Beberapa genre bisa memperkaya ilmu pengetahuan kita dan melatih critical thinking. Saya tidak bilang saya tambah pintar sih, namun setidaknya degradasi otak karena mommy's brain agak terhambat dikit. Kalau diajak berdiskusi tidak lemot-lemot banget dan masih nyambung gitu.



Semoga sharing dari seorang yang awalnya tidak membaca buku ini berguna yaa. Yuk kepoin buku-buku yang kubaca dan berteman di Goodreads!

Jumat, 07 Februari 2020

Pengalaman Rawat Inap di Rumah Sakit Universitas Indonesia


Jadi ceritanya beberapa waktu lalu anak saya yang kedua, Caca, demam sampai 39 derajat. Hari pertama demam, doi masih terlihat normal saja, bermain dengan kakaknya, susu dan makanan masih lancar. Hari kedua, nafsu makan berkurang dan mulai rewel. Akhirnya saya berikan paracetamol, namun panasnya tak kunjung turun walaupun sudah diberikan sampai 4x dengan jeda waktu 4 jam setiap pemberian. Sementara batas maksimal pemberian paracetamol hanya 5x dalam 24 jam. Kebetulan, caca juga tidak pilek ataupun batuk. Seingat saya kalau tidak disertai gejala lain, justru harus tambah waspada. 

Akhirnya walaupun belum 3 hari demam, saya dan suami memutuskan untuk membawa Caca ke Rumah Sakit. Pergilah kami ke Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI), walaupun biasanya kami memeriksakan anak ke RS Hermina Depok yang letaknya lebih dekat rumah. Alasan simpelnya sih karena apapun itu memang kami sudah niatkan Caca harus kena infus biar tidak dehidrasi biarpun harus menginap satu malam saja dan harga di kelas kamar Deluxe/VIP di RSUI lebih murah daripada Hermina sehingga masih bisa dicover penuh oleh asuransi yang saya miliki.

tarif rawat inap
Perbandingan tarif rawat inap RSUI (kiri) dan RSH Depok (kanan)

Walaupun kita bisa melihat gedung RSUI di balik Depok Town Square, namun RSUI hanya dapat diakses jika kita masuk ke kawasan Universitas Indonesia. RSUI belum memiliki akses langsung dari Margonda atau jalan yang lebih dekat dengan jalan arteri Depok tersebut. Keuntungannya, biaya parkirnya pun ikut tarif UI, Rp 5.000,- saja per hari.

Kami tiba di IGD sekitar jam 6 sore sebelum maghrib. Karena sepi, jadi langsung dilayani. (Beberapa hari kemudian, ada kecelakaan bus di subang dan korbannya, yang kebanyakan domisilinya di Depok, dilarikan ke RSUI. Pastilah kalau bersamaan, kami mendapat prioritas terakhir sesuai kegawatdaruratan). Di sana, Caca diperiksa oleh dokter jaga yang ada dan diambil darah serta urinnya untuk tes lab. 

IGD RSUI
Diinfus dan nunggu sampel urin di IGD

Hasil tes darah keluar sejam kemudian, hasilnya bagus. Hasil tes urin lebih lama, karena nunggu Caca akhirnya pipis cukup memakan waktu. Karena masih demam dan Caca tidak mau minum, akhirnya dia diinfus. Dan kami sebagai orang tua juga lebih memilih untuk rawat inap saja. Proses berpindah ke ruang rawat inap sebenarnya cukup lama. Jam 10 baru kami masuk kamar karena proses administrasinya cukup lama (walau tidak mengantri, heuu). 

Fasilitas Kamar

Akhirnya kekepoan ku akan kamar VIP RSUI yang harganya lebih murah dari kamar kelas 1 RS Hermina terjawab sudah. Berikut beberapa gambar yang sempat saya ambil. 

kamar VIP RSUI
Rawat Inap Kelas VIP RSUI

Fasilitas yang ada di Kamar
Toilet dalam Kamar
Sebenarnya mereka masih memiliki satu tingkat kamar di atas VIP, namun unitnya terbatas, dan untuk yang anak tidak ada. Lagipula, kalau dilihat dari gambarnya, hanya besar di ruang tamu saja. Detail jenis kamar rawat inap di RSUI bisa lihat di sini ya.

Kamarnya sendiri cukup luas, tempat tidur dan furniturnya pun masih baru. Setiap kamar dilengkapi dengan dispenser besar dan lemari es 1 pintu berukuran sedang (lebih besar daripada kulkas kamar RS lain pada umumnya). TV disediakan untuk hiburan, namun isinya masih channel lokal semua, beberapa receptionnya kurang bagus. (kebetulan saya tidak ada TV di rumah, dan baru sadar segitu membosankannya TV lokal, pantesan netizen ngamuk kalau netflix diblock Telkom :p).

Untuk penunggu disediakan sofa 2 seater kecil, meja makan dan 2 kursi. Nah ini salah satu kurangnya ya kalau dibandingkan dengan kamar Deluxenya Hermina. Sofanya terlalu kecil, jadi yang tidur di sofa harus nekuk banget kakinya, kurang nyaman. Akhirnya pada malam ketiga, kami minta orang rumah untuk mengirimkan kasur lipat.

Kamar mandinya pas, tidak terlalu besar tidak terlalu kecil dan dilengkapi dengan shower dan toilet duduk. Namun mungkin karena tekanan/headloss perpipaannya kurang (naon sih, ini ceritanya analisis lulusan teknik lingkungan yang udah rada lupa ilmunya), jadi kadang air menggenang, padahal tidak ada sampah atau rambut di gutternya.

Oh iya, walaupun ini di lantai 6, namun masih banyak nyamuk. Mungkin pihak RS bisa lebih meningkatkan pest controlnya. Dulu almarhum ayah saya sering berolahraga dan lari di depan jalan yang cikal bakalnya menjadi RSUI. Di daerah ini memang nyamuknya banyak dan luar biasa, kalau kita diam saja bisa diserbu dan pulang dengan banyak bentol.

Ruangan kamar dibersihkan oleh cleaning service 2-3x sehari (agak lupa, tapi seinget saya sering deh).

Makanan

Dari cerita teman sih, biasanya diberikan pilihan menu untuk makanan, namun saat Caca dirawat, kami tidak diberikan pilihan, biasanya sih karena mendapat diet khusus. Sarapan pagi biasanya paling simpel, biasanya bubur dan topping. Makan siang dan malam lebih lengkap dengan buah. Caca juga mendapat pediasure untuk selingan 3x sehari sebanyak 150 ml (yang pakai asuransi, biasanya susu formula tidak dicover ya), mungkin karena anaknya langsing banget yaa. Selama 4 malam dan 4 hari menginap, ahli gizi datang sebanyak 2x.

Contoh Sarapan
Contoh Makan Malam
Contoh Makan Siang

Tapi dasar, tante-tantenya Caca yang merupakan nakes, bisa aja nemu kurangnya. Katanya makanannya kok ga diwrap plastik lagi satu-satu biar aman. Hehehhee...

Oh iya, salah satu yang agak susah di RSUI adalah masih kurangnya restoran/kantin di kawasan Rumah Sakit. Ada kantin di area parkir namun saat akhir pekan tutup. Karena kebetulan saat Caca dirawat, kampus sedang libur, kantin fakultas pun banyaknya tutup. Jadi kita harus mengandalkan grabfood/gofood saja dan diambil di lobby.


Fasilitas Penunjang Lainnya

Di RSUI, Mushola sangat mudah sekali ditemukan, karena hampir setiap lantai atau tempat yang ada ruang tunggunya pasti ada mushola. Walaupun besar mushola berbeda-beda. Contohnya di ruang tunggu IGD, mushola hanya muat untuk 3 orang. Namun di ruang tunggu rawat inap lantai 6 misalnya, musholanya lebih besar. Tujuannya supaya orang tidak perlu jauh-jauh dan bisa tetap standby di tempat yang diperlukan.

RSUI
Mushola Rawat Inap Lantai 6
Rumah Sakit Universitas Indonesia
Ruang Tunggu Keluarga/Pengunjung cukup luas dan nyaman.

Pelayanan

Selama dirawat, dokter spesialis anak melakukan kunjungan setiap hari, pada akhir pekan sekalipun. Dokter anak yang menangani Caca adalah dr Annisa, bukan dokter langganan kami, melainkan dokter yang diassign saat perpindahan dari IGD ke Rawat Inap. dr Annisa cukup baik dan sangat informatif. Beliau juga cukup RUM (Rational Use of Medicine) dan tidak berlebihan dalam memberikan obat. Selama dirawat, Caca hanya mendapat cairan infus dan paracetamol jika panas karena penyebab sakitnya jika dilihat dari hasil lab adalah virus. Kami harus menunggu anak bebas demam selama 24 jam sampai diperbolehkan pulang. 

Pada hari keempat, keluar bercak merah pada badan Caca, ternyata dia terkena Roseola. Gejalanya memang panas pada 3 hari pertama, lalu muncul bercak merah pada hari keempat. Ketika bercak merah muncul, ini justru menandakan gejala membaik. Oleh karena itu kami diperbolehkan pulang dan disarankan kontrol 3 hari setelah pulang.

Tidak boleh lupa ditulis, pelayanan Ners/Suster/Nurse/Perawat (sepertinya sekarang mereka lebih suka disebur Ners) di RSUI juga sangat baik. Semua ners sangat ramah, setiap pergantian shift, mereka selalu menyapa dan memperkenalkan diri. Nersnya juga rajin, suka menawarkan untuk memandikan anak (seinget saya di RSH, ya semua-semua orang tuanya sendiri). Secara berkala mereka mengecek suhu tubuh anak saya, dan setiap alarm infus menyala, mereka sigap datang tanpa harus dipencet belnya. Saya juga harus melaporkan dan memberikan pampers anak saya setiap pipis kepada suster, sebagai indikator hidrasi, pencernaan, serta ekskresi anak.

Peralatan kesehatan yang digunakan di RSUI juga masih baru dan modern. Cairan dan obat yang dimasukkan lewat infus semua diatur sesuai dosis dengan alat. Pengalaman 2x rawat inap anak, tidak pernah pakai yang semacam itu, pernah lihatnya saat ayah saya dirawat di ICU. (norak deh sum, mungkin kalau nakes yang liat ni tulisan).

Helpful dan detail sekali menurut saya semua prosedur kesehatan yang ada di RSUI ini. Walaupun kita sebelumnya bukan pasien di RSUI, namun kita akan diwawancarai tentang riwayat kesehatan sebelumnya.


Perkiraan Biaya

Sampai tulisan ini dibuat, RSUI masih belum bisa menerima BPJS karena belum mendapatkan akreditasi Rumah Sakit, oleh sebab itu jumlah pasien yang ada masih sedikit. 

Berapa kira-kira biaya yang dihabiskan untuk rawat inap? Sebenarnya sangat tergantung dengan tindakan medis yang dilakukan. Untuk Caca sendiri, sebenarnya tidak banyak karena hanya cairan infus dan paracetamol. Biaya yang dikeluarkan untuk kamar rupanya hanya setengah dari total tagihan. Jadi jika anda tidak menggunakan asuransi, mungkin estimasikan untuk kamar sekitar 1/3 dari biaya seluruhnya. 


Overall, saya cukup puas dengan pelayanan RSUI, kecuali yaaaaa itu, admin dan farmasinya yang sangat lama (apalagi kalo rawat jalan, hikssss). Harga kamar yang cukup murah menjadi daya tarik Rumah Sakit ini.

Next time, mungkin saya akan review pengalaman rawat jalannya. Kalau tidak malas... Hehehehhee...

Selasa, 14 Januari 2020

Ikhtiar dan Tawakal Tidak Bisa DIpisah



Sok banget deh sum, di post pertama 2020 bahas-bahas tentang ikhtiar dan tawakkal

Iya, soalnya beberapa minggu lalu ada kejadian yang menggangu di pikiran saya. Yah, semoga saja tidak ada yang baca.

Jadi ceritanya, salah satu kerabat ada yang kehilangan putrinya yang masih berumur 20 tahunan. Masih muda. Almarhumah sedang hamil anak kedua dengan usia kandungan memasuki trimester ketiga. Anak pertamanya sendiri belum genap satu tahun (kalau tidak salah). 

Qadarullah.

Iya, memang sudah tertulis takdirnya seperti itu. Tambahannya, ini adalah kehilangan kedua bagi keluarga itu dalam 4 bulan terakhir. Sebelumnya kakak perempuannya yang lebih tua 10 tahun juga berpulang ke rahmatullah. 

Penyebabnya sendiri berbeda. Tapi ada satu yang sama, keduanya meninggal di rumah tanpa mendapatkan pertolongan medis walaupun sakit setelah beberapa lama dan sempat terjatuh pingsan. Pertolongan di sini maksudnya dilarikan ke rumah sakit. ya, keluarga ini anti rumah sakit

Sebelumnya saya sadur dulu ya dari sebuah artikel tentang ikhtiar dan tawakal di situs milik Republika yang bisa diakses di sini

Tetap ikhtiar berarti terus berupaya dan berbuat. Tidak diam, juga tidak fatalistis. Keyakinannya cukup kuat dan stabil. Sebesar dan semaksimal ikhtiar sebesar itulah hasil. Tentu berikhtiar maksimal dalam jalan yang diridhai-Nya. Bukan di jalan yang tidak dibenarkan, apalagi menabrak banyak rambu dan ketentuan.

Manusia terbaik adalah yang terus bergerak, memanfaatkan setiap potensi yang dia miliki untuk merebut sebuah kemenangan. Potensi yang termanfaatkan tidak hanya dari fisik, tetapi juga dari jalur ruhiyah, misal shalat, zikir, dan doa. Ikhtiar tanpa doa adalah sebuah ke-sombongan. Sebagaimana doa tidak disertai ikhtiar adalah kesia-siaan.

Seorang Muslim yang tawakal adalah yang menyerahkan kepada Allah SWT atas segala yang sudah dilakukannya. Tawakal tidak sama dengan pasrah. Tawakal adalah sebuah tindakan aktif, sementara pasrah adalah tindakan pasif. Tawakal mensyaratkan adanya upaya kreatif dari pelakunya. Dalam Alquran, ada banyak ayat yang berbicara mengenai tawakal ini, setidaknya, ada 70 ayat.

Sebagai outsider, ya siapa saya berkomentar. Namun tahun lalu saya juga baru kehilangan seorang yang amat saya sayangi, yaitu ayah saya. (Ya dan sampai saat ini saya masih belum bisa membuat tulisan tentang perasaan saya atas kejadian ini). Ayah saya dirawat di ICU selama 2 bulan sebelum akhirnya menghembuskan nafas terakhir. 2 bulan itu, tidak ada komunikasi sama sekali karena memang beliau dibuat tidak sadar agar pengobatan bisa lebih efektif.

Namun sebelumnya, memang ayah saya sempat mengeluhkan kesehatannya. Sempat pernah dibawa ke IGD juga namun dokter hanya bilang sakit lambung biasa. Kebetulan yang mengantarkan saya, namun episode itu terulang-ulang di benak saya. Ada rasa marah kepada dokter yang waktu itu memberikan diagnosis ringan seminggu sebelum akhirnya Ayah saya masuk ICU dengan kondisi yang sudah cukup parah. 

Selama 2 bulan itu, saya merasakan betapa kecilnya kita sebagai manusia. Dan dokter pun hanya manusia biasa, yang bukanlah serba tau. Walau kejadian itu ada, tapi keberhasilan seperti yang layaknya sering dipertontonkan di serial TV tentang kedokteran.

Penyesalan kenapa tidak segera mendapatkan diagnosis yang benar lebih cepat itu selalu ada. Walaupun semua sudah terjadi dan yang bisa saya lakukan adalah ikhlas dan bersabar.

Yang saya tidak bisa bayangkan adalah, bagaimana keluarga yang saya ceritakan di atas rasakan. Tidak ada usaha. Jikalau tidak ada uang, mereka mempunyai banyak teman yang siap membantu. Rumah Sakit tidak jauh dari kediaman mereka. Atau ketika sebenarnya masih bisa dilarikan ke Rumah Sakit dan bayi dalam kandungan diselamatkan. Tidak, mereka tidak memilih itu. Rasanya gemas. Gemas saja. Memang keluarga tersebut tergolong religius dan memang giat mengingatkan tentang hari akhir. Namun, bukan begini dong seharusnya. Padahal banyak ilmuwan muslim yang merupakan pelopor kesehatan, contohnya Ibnu Sina. BE RATIONAL.

Ya Allah, julid sekali ya saya... Ya, saya gemas. Hanya merasa perlu menuliskan uneg-uneg, semoga yang bersangkutan tidak membaca dan tersinggung.

Bagaimanapun, ikhtiar itu penting kan? Diiringi dengan doa dan kepasrahan sebagai bentuk tawakkal kita.

Senin, 09 Desember 2019

Kutek Halal dan Breathable, Aman untuk Sholat?

kosmetik halal


Akhir-akhir ini semakin marak sertifikasi halal pada produk non-makanan khususnya produk perawatan tubuh, skincare, dan kosmetik. Walaupun sampai saat ini belum ada undang-undang yang mewajibkan produk-produk tersebut untuk mendapatkan sertifikasi halal MUI, namun produk lokal sudah berlomba-lomba untuk mendapatkannya sebagai nilai tambah di mata konsumen.

Apa saja sih titik kritis halal untuk kosmetik? Berikut adalah sebagian bahan-bahan yang biasa digunakan dan bisa bersumber dari hewani (sapi, babi, atau bahkan manusia) dan nabati (tumbuh-tumbuhan). Sumber lengkapnya dari sini ya.
  1. Plasenta - biasa digunakan pada produk hand body dan lotion untuk melembutkan kulit. Sering berasal dari hewan dan bahkan manusia.
  2. Gliserin - biasanya ada dalam campuran sabun. Ada yang hewani (babi dan sapi) serta nabati. Insya Allah yang sapi dan nabati halal untuk digunakan.
  3. Kolagen - biasa digunakan pada produk pelembab. 
  4. Vitamin - karena sifatnya yang tidak stabil, biasanya digunakan coating tambahan yang berasal dari gelatin
  5. Hormon - contohnya estrogen, melantonin, dll yang berfungsi untuk memberi efek lebih muda. Semua jenis hormon diekstrak dari binatang jadi harus dipastikan hewannya halal.
  6. AHA - senyawa kimia untuk mengurangi keriput dan memperbaiki tekstur kulit. Biasanya dibuat menggunakan media dari hewan.

Kutek adalah salah satu produk yang tidak boleh digunakan oleh seorang muslim saat sholat karena sifatnya yang menghalangi air wudhu. Namun, apakah jika ditambahkan halal dan breathable membuatnya bisa digunakan untuk sholat? Kutek yang halal berarti dia tidak menggunakan bahan baku yang diharamkan dengan kata lain tidak menggunakan produk hewani dari babi. Sedangkan klaim breathable sendiri yang dimaksudkan bahwa air dapat mempenetrasi lapisan kutek.

Nah saya adalah termasuk salah seorang yang gatel dan genit ingin pakai kutek karena sudah lama banget ga pakai, terakhir saat nifas anak kedua, 1.5 tahun yang lalu. Kebetulan ada teman yang tinggal di timur tengah sedang buka PO kutek halal dan breathable yang sedang diskon, jadi harganya lumayan lebih miring dari biasanya.

Sesampainya paket kecil berisi kutek, saya langsung mencoba memakainya. Warnanya cantik di tangan saya yang buluk, hihihi. Tapi setelah saya pakai beberapa lama, entah hati nurani saya ragu, hmmm... Apakah benar kutek ini bisa tembus air wudhu?

Sebelumnya berikut review singkat kutek halal dan breathable yang saya beli tersebut.

Merk: Mikyajy
Nama Produk: Breathable Nail Enamel
Shade: 905

Bagian belakang keterangan produk Mikyajy

Akhirnya saya pun melakukan eksperimen sederhana. Dengan membandingkan permeabilitas air pada kutek ini dan kutek lain yang tidak memiliki klaim breathable yaitu kutek dari Flormar.


Pada percobaan ini saya menorehkan kutek dengan ketebalan yang sama di atas kertas art paper (semacam yang di Majalah tapi lebih tebal, seperti pada katalog, tapi bukan karton). Setelah itu di atas kedua kutek dan di ats kertas tanpa kutek saya teteskan air.

kutek halal


kutek untuk wudhu
Penampakan setelah 15 menit
Seperti yang bisa dilihat di gambar di atas, setelah dibiarkan selama 15 menit, air merembes pada kertas yang tidak dilapisi kutek, sedangkan yang di atasnya ada kutek baik mikyajy maupun flormar sama-sama tidak tembus air. Kalaupun di dekat flormar terlihat rembesan, itu karena air bergoyang mengalir ketika kertas saya pindahkan.

Klaim Breathable pada kutek Mikyajy tidak memberikan jaminan bahwa kutek tersebut bisa digunakan saat berwudhu. Saya sendiri belum pernah mencoba kutek breathable lain seperti Inglot O2M breathable nail enamel atau merk lainnya. Harganya lumayan mahal ya, kecuali kalau ada yang mau ngirimin, hihihi. Tapi ini sangat mudah dilakukan dan bisa dicoba sendiri di rumah.

Beberapa percobaan bisa anda cari di youtube. Ada beberapa merk yang memerlukan kita menggosok-gosok kuku saat berwudhu untuk memastikan air masuk. Namun jika diperhatikan, dibandingkan dengan luasnya area kutek yang digosokkan air, air yang menembus biasanya hanya setengahnya (itu pun dengan cara digosok-gosokkan lama). Jadi sebenarnya kurang practical, masa wudhunya lebih lama dari sholatnya... Ehhhh

Kesimpulannya, jika anda ragu, sebaiknya gunakan memang ketika sedang berhalangan sholat saja. 

Sekian post ini, semoga bermanfaat :) 

Minggu, 08 Desember 2019

Berhenti Mengeluh dan Merengek

Minggu lalu karena ada sahabat suami yang menikah, kami sekeluarga pergi dan menghabiskan akhir minggu di Cirebon. Kota dimana beberapa bulan lalu kami tinggali sampai akhirnya suami dipindahtugaskan kembali ke Jakarta. Barang-barang kami sebenarnya pun belum terangkut semua ke Jakarta.



Masih teringat dulu dimana saya mengeluh pada suami bahwa kita tidak bisa tinggal lebih lama lagi di tempat itu. Tempat tinggal saya di Cirebon adalah serviced apartment di  sebuah hotel dengan luas sekitar 80 m2 yang terdiri dari sebuah ruangan besar (ruang keluarga dan ruang makan), sebuah kamar tidur yang cukup luas, pojok lemari, dan kamar mandi dengan bath tub yang cantik. Ya, kami tidak memiliki dapur dan hanya bermodalkan slow cooker dan rice cooker saja. Sebagian besar kami memesan makanan melalui room service, grabfood, ataupun gofood.

BACA JUGA: Rekomendasi Tempat Makan di Cirebon

Semenjak kepergian ayah saya pada bulan Juni 2019, kami memang jadi lebih sering ada di Depok. Ditambah lagi suami pun sudah lebih sering diperlukan oleh kantornya di Jakarta. Hidup kami berubah. Kami kembali tinggal di rumah orang tua saya, dimana ada 2 keluarga kecil lain yang hidup di sana dan 5 adik saya lainnya yang belum menikah. Memang rumah itu cukup luas. Ibu saya mendesainnya agar lantai bawah rumah bisa digunakan oleh anaknya yang sudah menikah, semua kamar dilengkapi kamar mandi jadi privasi terjaga.

Namun, ternyata tidak semudah itu. Rumah rasanya terlalu crowded dan mulai tidak sehat. Apalagi ketika gaya parenting saya mendapat kritik dari orang yang bahkan belum mempunyai anak. Kebayang dong panasnya seperti apa. Akhirnya kami melipir pindah ke apartment milik ibu saya yang masih ada di Depok. 

Apartment Studio. 24 m2. 1 ruangan dan kamar mandi. Dalam ruangan itu ada dapur, meja makan, dan tempat tidur 120x200 yang dapat dilipat ke dalam dinding. Dan kami keluarga muda dengan 2 orang anak mulai tinggal disitu. Setiap malam, suami saya tidur di kasur tiup karena kasur yang ada tentu saja tidak cukup.

Sebenarnya ada beberapa keuntungan ketika kamu tinggal di tempat yang kecil:
  • Lebih sedikit area yang menjadi sasaran berantakannya anak-anak
  • Anak-anak bisa melihat ibunya dengan mudah sehingga saya bisa dengan lebih leluasa melakukan berbagai hal seperti memasak dan membereskan rumah
Dan tinggal di apartment studio itu rasanya masih lebih baik daripada berada dalam rumah besar dengan terlalu banyak kepala keluarga.

Lalu perjalanan kami kembali ke Cirebon menjadi pengingat kembali bahwa hidup kami yang sebelumnya sangatlah nyaman. Fresh linen everyday, buffet breakfast, space for kids to run around, ke kantor hanya 5 menit, dan lain sebagainya. And yet, I was complaining about it before. Not feeling grateful. Suggesting (or more like nagging) that my husband should look for overseas transfer or other job opportunity.

Jadi teringat cerita Abu Nawas yang sering diceritakan dahulu jika saya tidak salah ingat. Seorang lelaki mengeluhkan pada Abu Nawas tentang rumahnya yang sempit dan istrinya yang mengeluh serta anaknya yang nakal. Abu Nawas pun menyuruhnya untuk menambahkan beberapa ekor ayam ke rumahnya. Keesokannya iya kembali lagi dan mengeluh bahwa hal bertambah buruk, namun Abu Nawas justru menyarankan untuk menambahkan beberapa ekor kambing ke dalam rumah. Keadaan tambah parah, namun Abu Nawas kembali menyarankan untuk menambah beberapa ekor bebek. Rumah lelaki itu pun makin sesak dan bau, istrinya makin marah dan kesal.



Sampai akhirnya Abu Nawas menyuruhkan mengeluarkan semua binatang itu. Keesokannya lelaki itu kembali lagi dengan wajah berseri dan mengatakan bahwa rumahnya terasa lebih lapang dan semua orang bahagia tanpa harus benar-benar memperbesar rumahnya.

Baca Cerita Lengkap Abu Nawas di sini.

Hikmah yang dapat saya ambil adalah kita harus mensyukuri apa yang kita miliki sekarang karena hal bisa saja bertambah buruk. Dan jika kita tidak bersyukur, sesungguhnya kita tidak akan pernah puas dan bahagia apalagi merasa content. 

Sebagai istri *ngomong sama diri sendiri*, jangan sampai sifat mengeluh, merengek, dan menuntut ini membuat suami mencari rezeki yang tidak halal. Jadi kepikiran, jangan-jangan ini juga salah satu faktor yang membuat para pejabat itu korupsi.

Semoga saya bisa belajar untuk berhenti mengeluh, menjadi pribadi yang lebih bersyukur dan mendukung apa yang dilakukan suami selama itu Halal. Bisa jadi karena saya selalu merasa tidak puas dengan pekerjaannya justru itulah yang membuat karirnya mandek... Iya gakkk

Once again, this is one of the random post about random things in my mind. Plus, sudah hampir habis ini batas tidak setor tulisan ke 1minggu1cerita. Hampir di kick saudara-saudara, hehehehe.


Rabu, 30 Oktober 2019

Secret I Only Share to Strangers




Sebenarnya tujuan awal saya mulai aktif menulis di blog adalah untuk media curhat selain tumblr yang sebelumnya sempat di blok pemerintah. Ingin curhat, ingin ditulis, tapi tak ingin dibaca. Jadi yang baca yang ga sengaja aja hahahaha. Saya memang tipe yang jarang membagikan tulisan organik saya terutama bagi keluarga ataupun yang saya kenal kecuali memang saya yakin ada faedahnya.

Ini bukan rahasia kelam atau aib sih sebenarnya. Bukan berarti saya tidak bersyukur juga.

Jadi ceritanya beberapa bulan yang lalu saat Ayah saya sakit dan harus dirawat di ICU selama 2 bulan lebih lamanya (sebelum akhirnya berpulang ke rahmatullah), saya mulai menyadari enaknya punya saudara banyak. Bagaimana tidak, selama 2 bulan lebih itu harus ada di antara kami yang standby di emperan Rumah Sakit menunggu jikalau ada panggilan dari dokter melalui speaker yang terpasang. Pasien yang dirawat ICU tentu saja tidak boleh ditemani keluarga di dalam ruangan karena tingginya resiko infeksi bagi pasien maupun pendamping.

Gimana rasanya? Lelah walaupun dari total 2 bulan itu mungkin jika di total saya hanya ada disana 3 minggu, karena anak-anak tidak mungkin terlalu lama tinggal di Rumah Sakit (awalnya masih booking kamar di hotel dekat RS, tapi lama-lama mayan ya sisss). Oh iya, perlu diingat bahwa kejadian Ayah saya jatuh sakit itu di Malang saat bekerja, kami bukan orang Malang dan tidak punya tempat tinggal di sana. Jadilah kami sekeluarga bergantian PP Jakarta-Malang, Cirebon-Malang untuk menjenguk ayah saya.

Alhamdulillah kami semua 9 bersaudara, jd minimal 2-3 anak menemani ibu saya di Malang. Walaupun menunggu, tapi melelahkan loh.. Fisik dan Psikis, deg deg ser setiap dengar panggilan dari speaker.

Nah, setelah pengalaman itu, saya jadi sempat berdoa kalau saya ingin juga punya anak banyak.

Dipost 2 hari sebelum Ayah saya berpulang, Alhamdulillab sempat kumpul full tim

Lalu apa yang terjadi, jeng jeng jeng. Saya hamil lagi dengan perkiraan waktu conceive nya berdekatan dengan meninggalnya Ayah saya.

Saya baru mengetahuinya setelah kehamilan menginjak hampir 6 minggu. Karena kebetulan saya memang tipe hamil kebo yang hampir tidak merasakan perubahan apa-apa kalau hamil.

Perasaan saya dan suami? Ya campur aduk

Di sisi lain, ya Allah cepat banget diijabahnya doa, apakah ini pengganti Ayah saya? Tapi di sisi lain, saya masih belum begitu siap mengingat kedua anak saya masih kecil dan butuh banyak perhatian. Walaupun setidaknya jarak antara anak kedua dan ketiga akan lebih jauh (yaitu 2 tahun) dibandingkan yang pertama dan kedua (19 bulan).


Aa dan calon teteh


Suami saya? Ya dia membayangkan bagaimana menghadapi 3 anak nanti... Dan yang paling ditakutkan adalah kalau sayanya stress dia juga yang kena kan hehehehe... Karena baginya, everything is easy as long as my wife doesn't get angry 😂


Diambil saat ngedate nonton Joker, kehamilan 18 minggu


Di lingkungan keluarga, adik saya (anak nomor 2) belum dikaruniai anak setelah tinggal 1 tahun lebih bersama (sebelumnya 2 tahun LDM), sedangkan istri adik saya yang lainnya (anak nomor 3) sedang mengandung dengan due date akhir tahun ini. Ditambah masih ada 4 sepupu lainnya di keluarga besar yang juga sedang mengandung. Saya takut ini akan menjadi pressure untuknya.

Akhirnya jadilah beberapa orang saja dalam keluarga yang mengetahuinya. Saya sendiri juga belum memberi tahu teman-teman dekat saya. Beberapa masih ada yang belum menikah, ada juga yang belum dikaruniai anak, dan saya hamil anak ketiga.

Masya Allah.

Terkadang saya bertemu dengan sesama ibu lain di playground dan bercerita bahwa saya sedang mengandung lagi. Iya ibu lain, orang asing yang mungkin saya tidak akan berjumpa kembali. Sama halnya saya akhirnya menuliskan hal ini di blog yang mungkin tidak akan ada yang membaca. Setidaknya orang yang tidak mengenal saya langsung di kehidupan nyata.

Selama ini saya memang selalu memakai baju yang longgar sehingga jika tidak diberitahu, orang tidak sadar bahwa saya sedang hamil. Belum lagi saya masih aktif berpergian dan beraktivitas bersama 2 bocah, yang satu digendong pakai carrier perut ketutupan, hehehhe. 

Sungguh bukan berarti saya tidak bersyukur. Walaupun harus diakui bahwa excitement kehamilan selanjutnya memang tidak setinggi yang pertama apalagi kalau jaraknya dekat.

Ada saatnya saya merasa overwhelmed dan merasa anak-anak saya adalah anchor bagi kemajuan saya (sebagai pribadi). Dan saya masih pada tahap belajar berdamai dengan diri sendiri dan mencintai peran saya sebagai ibu. Lalu Allah menentukan lain, dititipkannya saya 1 anak lagi.

Saya sering bercanda dengan suami ketika sedang hitung-hitungan uang. "wah ini kalo ga ada pengeluaran susu anak setahun, aku bisa beli tas louis vuitton loh satu tiap tahun" 😜ðŸĪŠ

Beberapa waktu yang lalu saya lewat di depan RS Bunda Menteng yang bersebelahan dengan fertility clinic terkenal Morula IVF. Tempat banyak orang melakukan bayi tabung. Parkirannya penuh sehingga agak menimbulkan kemacetan kecil jika ada kendaraan yang keluar masuk. Berapa biaya bayi tabung? Katanya sih harus menyiapkan minimal 80-120 juta tanpa jaminan berhasil ya (tetap Allah yang berkehendak). Berarti kira-kira itu biaya susu anak-anak selama 4.5-6 tahun lamanya. Hanya untuk mendapatkan seorang anak, belum biaya ke depannya. 

Jadi wahai kamu Sumayyah, syukurilah bahwa kamu dapatkan anak ini dengan percuma dengan proses kehamilan cenderung mudah dan biaya persalinan nyaman yang selalu ditanggung asuransi.

Maka Nikmat Tuhan manakah yang kamu dustakan?

Jakarta, 30 Oktober 2019
Kehamilan 20 minggu